BBM Etanol 10% Siap Berlaku 2026, Pertamina Tegaskan BBM Campur Etanol Tak Ganggu Performa Kendaraan

Pemanfaatan etanol bagian dari strategi nasional menekan emisi karbon di sektor transportasi mengurangi ketergantungan energi fosil. (Foto: Dok. Pertamina)

BBM Etanol 10% Siap Berlaku 2026, Pertamina Tegaskan BBM Campur Etanol Tak Ganggu Performa Kendaraan

Patrick Pinaria • 25 October 2025 17:17

Jakarta: Kebijakan pemerintah untuk memberlakukan mandatori bahan bakar minyak (BBM) dengan campuran etanol 10 persen atau E10 pada 2026 menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Sebagian publik khawatir campuran etanol akan menurunkan performa mesin kendaraan hingga membuat konsumsi BBM menjadi lebih boros.

Padahal, pemanfaatan etanol merupakan bagian dari strategi nasional untuk menekan emisi karbon di sektor transportasi dan mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Program ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia menuju Net Zero Emission pada 2060.



“Etanol ini merupakan bioenergi yang bisa kita hasilkan sendiri. Indonesia memiliki potensi besar dari sektor pertanian dan perkebunan untuk memproduksi etanol. Ini langkah menuju kemandirian energi,” ujar Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowaputra.

Menurut Ega, Pertamina sejak 2023 sudah memasarkan Pertamax Green 95 dengan campuran etanol 5 persen (E5) di 170 SPBU yang tersebar di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. “Sudah dua tahun berjalan dan masyarakat tidak mengalami kendala. Permintaan juga terus meningkat,” ujarnya.


 

Tidak Pengaruhi Performa Mesin

Ahli bahan bakar dan pembakaran, Tri Yuswi Jayanto Zainuri, menegaskan bahwa etanol aman digunakan pada kendaraan bermotor. Meski kandungan energinya lebih rendah dari bensin murni, dampaknya terhadap performa kendaraan tidak signifikan.

“Etanol memiliki angka oktan yang tinggi, antara 110–120, sehingga pembakarannya lebih sempurna. Secara energi memang sedikit lebih rendah, sekitar 3 persen dari bensin murni, tapi pengemudi tidak akan merasakan perbedaan,” kata Tri Yuswi.



Ia juga meluruskan kesalahpahaman publik terkait alat pengukur oktan Testing Instrument System versi 2 (Oktis 2) yang banyak digunakan masyarakat untuk mengukur nilai RON BBM secara mandiri. Menurutnya, alat tersebut tidak akurat karena tidak menggunakan metode standar internasional ASTM dengan mesin CFR (Corporate Fuel Research).

“Yang diukur Oktis 2 itu bukan RON, tapi sifat dielektrik cairan. Jadi hasilnya tidak bisa dijadikan acuan kualitas BBM,” ucap Tri Yuswi.



Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Hari Budianto, menyebut industri otomotif nasional telah siap menyambut kebijakan BBM campuran etanol.

“Sejak 2010, mesin sepeda motor anggota AISI sudah didesain untuk kompatibel hingga E10. Jadi tidak ada masalah teknis dengan rencana mandatori E10,” ujar Hari.



Ia menambahkan, sosialisasi tetap diperlukan agar masyarakat tidak salah paham. “Kekhawatiran muncul karena kurangnya informasi. Perlu disampaikan bahwa ini bukan ‘oplosan’, tapi program energi hijau yang dirancang pemerintah dan industri secara serius,” katanya.

Dorong Ekonomi dan Ketahanan Energi Mandatori E10 dinilai akan mendorong tumbuhnya industri bioenergi nasional. Dengan konsumsi bensin nasional mencapai sekitar 39 juta kiloliter per tahun, kebutuhan etanol akan mencapai 3,9 juta kiloliter jika mandatori E10 diterapkan penuh.



"Ini peluang besar untuk menciptakan multiplier effect di sektor pertanian, industri kimia, dan energi terbarukan. Saat ini kapasitas produksi etanol domestik baru sekitar 350 ribu kiloliter per tahun, jadi ada ruang pertumbuhan besar,” kata Ega.

Pertamina juga telah menyiapkan riset dan formula aditif khusus untuk menjaga kualitas BBM campuran etanol agar tidak menimbulkan korosi maupun penurunan performa mesin. “Aditif ini berfungsi sebagai corrosion inhibitor, demulsifier, dan performance improver, untuk memastikan bahan bakar tetap optimal,” ucap Ega.

Masih kata Ega, Pertamina menegaskan akan terus meningkatkan edukasi publik dan pengalaman pelanggan (customer experience) terkait penggunaan BBM campuran etanol.

“Kami akan sediakan alat uji emisi di SPBU agar masyarakat bisa melihat sendiri perbandingan BBM biasa dan BBM etanol. Ini cara membuktikan langsung bahwa etanol lebih ramah lingkungan,” ujar Ega.

Selain memperluas distribusi Pertamax Green 95, Pertamina juga menyiapkan infrastruktur penyimpanan dan logistik untuk mendukung pasokan etanol nasional. “Kami ingin masyarakat tahu bahwa ini bukan kebijakan coba-coba, tapi bagian dari rencana besar menuju kemandirian energi Indonesia,” kata Ega, tegas.
 

Harapan Konsumen

Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI), Tulus Abadi, menilai kebijakan E10 sejalan dengan upaya global mengurangi emisi karbon. Ia mendorong agar pemerintah menjalankannya secara konsisten dan memberikan insentif bagi masyarakat yang menggunakan energi hijau.

“Yang penting bagi konsumen, produknya aman untuk mesin, harganya terjangkau, dan ketersediaannya konsisten. Pemerintah jangan berubah arah di tengah jalan,” kata Tulus.

Ia juga menyoroti pentingnya edukasi publik agar tidak muncul kesalahpahaman. “Opini negatif soal etanol sering muncul karena misinformasi atau kepentingan bisnis tertentu. Padahal, di banyak negara seperti Brasil, Thailand, dan Amerika Serikat, campuran etanol sudah menjadi hal biasa,” ucap Tulus.

Dengan kesiapan industri, dukungan masyarakat, dan kebijakan yang konsisten, program BBM campur etanol diharapkan menjadi langkah nyata Indonesia menuju ekonomi hijau dan ketahanan energi berkelanjutan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Rosa Anggreati)