Aksi demontrasi pada hari internasional buruh pada 1 Mei 2024 lalu di Malioboro Yogyakarta. Medcom.id/ Ahmad Mustaqim
Medcom • 28 May 2024 12:07
Yogyakarta: Kelompok pekerja di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menolak kebijakan pemerintah memotong penghasilan untuk tabungan perumahan rakyat (Tapera). Para buruh menilai kebijakan itu tak sensitif dengan kondisi perekonomian para buruh.
"Naikkan upah buruh 50%, turunkan harga rumah 50%," kata Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsad Ade Irawan, Selasa, 28 Mei 2024.
Irsad mengatakan penambahan Iuran atau potongan gaji untuk program Tapera akan memberatkan pekerja/buruh. Pasalnya, upah buruh telah dipotong untuk program jaminan kesehatan nasional dan Jamsostek/ketenagakerjaan
Ia menyatakan dalam pasal 15 PP 21/2024, potongan gaji untuk iuran sebesar 2,5?ri upah, sehingga jika ditotal, pekerja/buruh akan mengalami pemotongan upah kurang lebih 6,5%.
Sesungguhnya, kata dia, Tapera yang ditetapkan sebesar 3?ri gaji, di mana 0,5 % ditanggung oleh pemberi kerja atau perusahaan dan sisa 2,5 % ditanggung oleh pekerja/buruh, akan pula memberatkan pengusaha lantaran pengusaha telah pula membantu iuran BPJS Ketenagakerjaan dan kesehatan.
"Para pekerja/mandiri malahan harus menanggung sendiri seluruh iuran tapera, lebih berat dari pekerja/buruh formal yang mendapatkan bantuan iuran 0,5?ri pengusaha/pemberi kerja," jelasnya.
Mengikuti program Tapera, Irsad melanjutkan, pada dasarnya potong gaji dan/atau iuran, seharusnya bersifat sukarela. Sasarannya adalah buruh yang memang kesulitan memiliki rumah. Sementara, ada juga potongan untuk iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, jaminan hari tua atau dana pensiun mencapai 4 persen dari upah.
"Oleh karena itu kami menolak besaran iuran Tapera yang mencapai total 3%. Kami menuntut pemerintah agar terlebih dahulu membangun sistem pengamanan iuran Tapera agar tidak menjadi kasus jiwasraya yang lain," katanya.
Irsad juga menyatakan pemerintah harusnya memperbanyak pembangunan perumahan rakyat di DIY, dengan DP 0?n cicilan maksimal Rp500 ribu per bulan. Hal itu diimbangi dengan menyempurnakan program jaminan perumahan rakyat
"Kepatuhan terhadap kaidah tata kelola diperlukan agar tak terjadi masalah di kemudian hari, seperti kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya. Tapera prinsipnya sama dengan lembaga keuangan yang lain. Tetap harus menerapkan kaidah-kaidah governance yang sudah ditetapkan. Selain masalah iuran, pemerintah harus bisa menjelaskan iuran Tapera tidak akan raib seperti kasus Jiwasraya," ujarnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat pada tanggal 20 Mei 2024. Berdasarkan peraturan tersebut, setiap pekerja akan diwajibkan membayar iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera), berlaku untuk pegawai berstatus ASN maupun pegawai swasta.
Beberapa hal pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 ini mengatur ketentuan diantaranya kewenangan pengaturan Kepesertaan Tapera oleh Kementerian terkait, serta pemisahan sumber dana antara dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dari dana Tapera. Dana yang dikembalikan kepada peserta Tapera ketika masa kepesertaannya berakhir, berupa sejumlah simpanan pokok berikut dengan hasil pemupukannya.