Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Jakarta: Chief of Economist Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengungkapkan beberapa sektor yang masih bisa bertahan di tengah situasi global yang challenging.
"Sekarang kita lihat juga pemerintah ada refocusing ke sektor-sektor yang mereka ingin dorong, salah satunya sektor properti, perumahan. Tentu yang related dengan properti atau perumahan ini banyak sekali subsektornya dan juga sektor jasa yang berkaitan dengan itu," ucap David di acara Talk Show Mini Studio BCA Expoversary 2025, dikutip Minggu, 23 Februari 2025.
Selanjutnya, David menilai program pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) juga bisa membuat sektor khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk bertahan.
"Itu juga kan proyek yang besar dan ini masih wacana ya, kita tidak tahu apakah akan ada realokasi yang lebih besar lagi untuk program ini. Dan bukan hanya makanan dan minuman yang kaitan dengan itu ya. Tentu juga sektor transportasi, logistik, packaging, kemasan, itu juga akan berpengaruh positif," ungkap David.
(Talk Show Mini Studio BCA Expoversary 2025 di ICE BSD, Tangerang. Foto: MI/Naufal Zuhdi)
Digitalisasi finansial masih kinclong
Selain itu, David melihat sektor digitalisasi juga masih akan berkembang pesat, baik
digitalisasi sektor finansial maupun non-finansial yang berkaitan dengan
e-commerce.
"Dan tentunya ini ada efek beruntun juga ke sektor lain ya, yang mendukung supporting sektornya seperti pergudangan, logistik, transportasi itu juga berkembang cukup baik. Dan di atas rata-rata nasional biasanya untuk sektor-sektor yang saya sebut tadi, termasuk juga komunikasi," paparnya.
"Tapi ya kita harus tetap melihat ya, karena memang kuenya besar dan banyak yang masuk ke sub-sub sektor yang saya sebut tadi. Tapi dalam satu-dua tahun ke depan saya pikir ini masih menjadi sub-sub sektor atau sektor yang masih akan prospektif," tambah David.
Sementara itu, Head of Research BCA Sekuritas Andre Benas mengungkapkan dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Tiongkok yang naik hampir menjadi USD14 ribu per kapita, Tiongkok diperkirakan akan merelokasi
low manufacturing mereka ke negara negara di Asia Tenggara.
"Mudah-mudahan Indonesia itu bisa dapat
spill over-nya. Jadi mungkin kita harus
take a step back dulu, kaya mungkin masuk ke sektor
manufacturing. Di Indonesia mungkin
wage masih
low, kalau misalnya
foreign direct investment kita secara
policy sudah lebih bagus, mestinya sektor manufaktur juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia," sebut dia.