Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. Foto: Anadolu
Fajar Nugraha • 23 May 2025 05:11
Manila: Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. pada Kamis 22 Mei 2025 meminta seluruh anggota kabinetnya untuk mengundurkan diri sebagai bagian dari langkah "reset besar-besaran" setelah hasil pemilu paruh waktu yang tidak sepenuhnya menguntungkan koalisinya.
Langkah ini mencerminkan niat Marcos untuk mengevaluasi ulang arah kebijakan dan kinerja kementerian di tengah lanskap politik yang mulai bergeser.
Dalam pernyataan resmi dari Kantor Komunikasi Kepresidenan, disebutkan bahwa keputusan tersebut bertujuan memberi ruang bagi Presiden untuk menilai efektivitas tiap kementerian dan menentukan siapa saja yang akan tetap menjabat sesuai dengan prioritas pemerintahan yang telah disesuaikan.
“Ini bukan soal personalitas, ini soal kinerja, keselarasan, dan urgensi,” ujar Marcos dalam pernyataan tersebut.
“Mereka yang telah bekerja dan terus menunjukkan hasil akan diakui. Tapi kita tidak bisa bersikap puas diri.”
Mengutip dari Malay Mail, Kamis 22 Mei 2025, dari sekitar 30 sekretaris kabinet yang diminta mundur, tiga di antaranya, Menteri Perhubungan Vince Dizon, Menteri Pertanian Francisco Tiu Laurel Jr., dan Menteri Keuangan Ralph Recto telah menyatakan pengunduran dirinya pada hari yang sama. Sementara itu, Menteri Anggaran dan Manajemen Amenah Pangandaman juga menyampaikan niatnya untuk mundur.
Langkah ini diambil setelah hasil pemilu paruh waktu yang digelar pekan lalu menunjukkan bahwa hanya enam dari sebelas kandidat yang didukung langsung oleh Marcos berhasil memperoleh kursi di Senat. Pemilu tersebut dipandang sebagai referendum terhadap pemerintahan Marcos, dan hasilnya mencerminkan penurunan dukungan terhadap kubu petahana.
Kedua belas senator baru nantinya akan bergabung dengan dua belas anggota senat yang sudah menjabat untuk menjadi juri dalam sidang pemakzulan terhadap Wakil Presiden Sara Duterte, yang merupakan rival politik utama Marcos. Jika terbukti bersalah, Duterte dapat dilarang seumur hidup dari jabatan publik, sebuah perkembangan yang dapat mengubah dinamika kekuasaan di Filipina.
Istana Kepresidenan menegaskan bahwa pelayanan publik tidak akan terganggu selama masa transisi, dan prinsip stabilitas serta meritokrasi akan menjadi landasan dalam pembentukan tim eksekutif yang baru. Pemerintahan Marcos kini berada di persimpangan penting untuk membentuk kembali fondasi politiknya menjelang dua tahun terakhir masa jabatan.
Langkah perombakan ini, yang disebut sebagai “bold reset,” menandai salah satu intervensi politik paling signifikan sejak Marcos menjabat, dan sekaligus menjadi sinyal bahwa presiden tidak akan ragu mengambil tindakan drastis untuk menegakkan efektivitas pemerintahan di tengah tantangan politik domestik.
(Muhammad Reyhansyah)