Hadapi Ancaman Regional, Malaysia Dorong Integrasi Industri Pertahanan ASEAN

Menhan Malaysia Mohamed Khaled Nordin dalam ASEAN Defense Ministers’ Meeting Retreat. Foto: Facebook Mohamed Khaled Nordin.

Hadapi Ancaman Regional, Malaysia Dorong Integrasi Industri Pertahanan ASEAN

Fajar Nugraha • 27 February 2025 14:09

Penang: Malaysia menekankan pentingnya memperkuat dan menghubungkan rantai pasok industri pertahanan di kawasan Asia Tenggara guna mencapai kemandirian dalam menghadapi ancaman keamanan. Seruan ini disampaikan oleh Menteri Pertahanan Malaysia, Mohamed Khaled Nordin, dalam pertemuan para menteri pertahanan ASEAN di Penang pada Rabu 26 Februari 2025.

Dalam pertemuan bertajuk ASEAN Defense Ministers’ Meeting Retreat, Khaled Nordin mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam kemitraan di sektor industri pertahanan agar tidak terlalu bergantung pada kekuatan eksternal dalam pengadaan senjata dan perangkat militer, terutama di tengah meningkatnya tantangan keamanan seperti sengketa di Laut China Selatan.


Kemandirian industri pertahanan ASEAN

“Penguatan industri pertahanan ASEAN sangat penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemasok luar dan membangun kemandirian regional dalam akuisisi serta pengembangan teknologi pertahanan,” ujar Khaled Nordin dalam pidatonya, seperti dikutip dari Radio Free Asia, Kamis 27 Februari 2025

Ia menekankan bahwa keberlanjutan jangka panjang dari inisiatif ini bergantung pada revitalisasi hubungan antar industri pertahanan di kawasan. Selain itu, ia juga mengusulkan penerapan standar yang harmonis untuk meningkatkan ketahanan rantai pasok pertahanan ASEAN.

Selain menyerukan integrasi industri pertahanan, Khaled Nordin juga mengusulkan peningkatan patroli maritim di kawasan.

“Malaysia mengusulkan agar kita meningkatkan operasi untuk memastikan keamanan maritim di wilayah kita, mengingat tantangan di Laut China Selatan dan pentingnya memastikan kebebasan navigasi, menegakkan hukum internasional, serta mencegah kawasan ini menjadi arena konflik kekuatan besar,” kata Khaled.

Menurutnya, ancaman keamanan yang dihadapi kawasan tidak hanya bersifat tradisional, tetapi juga mencakup ancaman non-tradisional yang tidak bisa diatasi oleh satu negara saja.

Malaysia merupakan salah satu dari empat negara ASEAN yang memiliki klaim tumpang tindih di Laut China Selatan, selain Filipina, Vietnam, dan Brunei. Sementara itu, Tiongkok mengklaim hampir seluruh wilayah perairan tersebut dan telah bernegosiasi dengan ASEAN mengenai “kode etik” untuk Laut China Selatan selama bertahun-tahun, namun hingga kini belum mencapai kesepakatan final.


Seruan Filipina untuk Kesatuan ASEAN

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Pertahanan Filipina, Gilberto Teodoro Jr., menegaskan pentingnya kesatuan ASEAN dalam menghadapi ancaman keamanan regional.

“ASEAN telah memastikan periode perdamaian terpanjang dibandingkan kawasan lain sejak Perang Dunia II. Namun, perdamaian ini kini terancam bukan karena kita tidak mampu menjaganya, tetapi karena kurangnya kesatuan dalam menyikapi isu-isu utama,” ujar Teodoro di hadapan para mitranya dari negara-negara ASEAN.

Ia memperingatkan bahwa diamnya ASEAN terhadap pelanggaran yang terjadi di kawasan hanya akan melemahkan posisi blok tersebut.

Teodoro juga mengajak negara-negara anggota ASEAN untuk memperkuat kerja sama di bidang keamanan maritim dengan memperluas patroli bersama, latihan militer gabungan, serta berbagi intelijen guna menghadapi ancaman eksternal yang berusaha menciptakan perpecahan di kawasan, sebuah sindiran tersirat terhadap China.

Ketegangan antara Filipina dan China meningkat dalam beberapa bulan terakhir akibat berbagai insiden di perairan yang termasuk dalam zona ekonomi eksklusif Filipina.

Laut China Selatan sebagai isu global

Menurut Teodoro, sengketa di Laut China Selatan bukan hanya masalah domestik atau regional, tetapi juga merupakan “isu global” yang mempengaruhi stabilitas internasional.

“Pada inti persoalan ini adalah hak eksistensial negara-negara kecil, khususnya anggota ASEAN untuk hidup dalam damai, mengamankan perbatasannya, dan menentukan masa depannya sendiri,” tegas Teodoro.

Ia juga mendorong penguatan kerjasama keamanan, seperti Trilateral Cooperative Agreement yang disepakati pada 2017 antara Filipina, Indonesia, dan Malaysia, yang berfokus pada keamanan maritim di Laut Sulu dan Laut Sulawesi. Menurutnya, model kerjasama ini bisa diperluas untuk mengatasi berbagai permasalahan keamanan di kawasan.

Selain itu, Teodoro menekankan perlunya tindakan proaktif ASEAN dalam mempertahankan hukum dan norma internasional.

“Kita harus menolak segala bentuk paksaan dan saling bertukar informasi mengenai aktivitas asing yang merugikan kepentingan nasional kita, termasuk kejahatan seperti penipuan daring, perdagangan manusia, serta migrasi ilegal yang mengancam stabilitas sosial di negara-negara kita,” ujarnya.

Selama beberapa tahun terakhir, operasi penipuan daring telah berkembang di berbagai wilayah Asia Tenggara, termasuk Kamboja, Laos, dan Myanmar. Ratusan korban perdagangan manusia dilaporkan dipaksa bekerja di pusat-pusat penipuan tersebut untuk menipu orang lain secara daring dan melalui telepon.

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)