Masjid Mahar Syisidik di Blok Wanantara, Desa Kubang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, yang terancam ambruk. (Metrotvnews.com/ Ahmad Rofahan).
Cirebon: Masjid bersejarah Mahar Syisidik di Blok Wanantara, Desa Kubang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, kini berada di ambang kehancuran. Bangunan yang berdiri sejak tahun 1880 itu nyaris runtuh setelah banjir bandang Sungai Cipager pada Januari 2025 menghantam dan menggerus habis pondasinya.
Secara kasat mata, masjid masih tampak berdiri kokoh. Namun kondisi sebenarnya sangat memprihatinkan. Tanah di bagian belakang masjid ambles sedalam 12 meter dengan panjang longsoran mencapai 40 meter. Bangunan kini berada hanya sejengkal dari bibir sungai, menggantung di tepi jurang.
Kepala Desa Kubang, Wawan Karyawan, tidak bisa menyembunyikan rasa cemas setiap kali masjid digunakan untuk salat berjamaah. Ia khawatir tragedi bisa terjadi kapan saja.
“Saya takut saat warga salat, bangunan longsor dan memakan korban,” ujarnya, Selasa 18 November 2025.
Wawan mengatakan pihaknya telah mengajukan permohonan penanganan darurat sejak Februari 2025 kepada Dinas PUTR Kabupaten Cirebon, PUTR Provinsi Jawa Barat, hingga BBWS. Namun hingga kini, tak ada satu pun respons atau tindak lanjut.
“Kami sudah usahakan, tapi belum juga ada respon,” tegasnya.
Ketua RT 11 Desa Kubang, Sulaiman, turut membenarkan kerusakan parah tersebut. Menurutnya, derasnya arus banjir bandang tidak hanya merobohkan bronjong, tetapi juga menghantam dasar bangunan masjid.
“Banjir menghantam keras sekali. Pondasi langsung hilang diterjang air,” ujarnya.

Masjid Mahar Syisidik di Blok Wanantara, Desa Kubang, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, yang terancam ambruk. (Metrotvnews.com/ Ahmad Rofahan).
Masjid Mahar Syisidik dikenal sebagai salah satu masjid tertua di wilayah tersebut. Sekretaris DKM, Muhammad, menjelaskan bahwa awalnya bangunan masjid berjarak sekitar 10 meter dari bantaran sungai, namun erosi yang berulang akibat banjir membuat jaraknya semakin menipis hingga berada tepat di tepi sungai.
Ironisnya, masjid tua ini menjadi pusat ibadah bagi sekitar 270 santri dari tiga
pondok pesantren di sekitarnya. Hingga kini, para santri tetap salat berjamaah di masjid tersebut meski berada dalam situasi berbahaya.
“Setiap waktu salat, ratusan santri tetap datang. Mereka tidak punya pilihan lain,” kata Muhammad.
Warga hanya bisa berharap pemerintah segera turun tangan. Mereka takut jika penanganan terus terlambat, masjid yang menjadi warisan leluhur itu akan ambruk ke sungai dan berpotensi menimbulkan korban jiwa.
Masjid yang telah berdiri selama 145 tahun itu kini tinggal menunggu waktu. Peninggalan sejarah ini terancam hilang jika langkah penyelamatan tak segera dilakukan.