Gencatan Senjata Tak Redam Disinformasi dan Kebencian Antar India-Pakistan

Gencatan senjata Pakistan dan India tak halau laju disinformasi. Foto: Anadolu

Gencatan Senjata Tak Redam Disinformasi dan Kebencian Antar India-Pakistan

Fajar Nugraha • 13 May 2025 17:31

New Delhi: Meski India dan Pakistan telah menyepakati gencatan senjata setelah nyaris terjerumus ke konflik terbuka, perang informasi justru memanas. Warganet dari kedua negara terus membanjiri media sosial dengan konten palsu dan disinformasi untuk membentuk persepsi publik masing-masing.

Platform seperti Facebook dan X dipenuhi video yang diklaim memperlihatkan serangan militer terkini, namun banyak di antaranya telah dibantah oleh pemeriksa fakta independen. Klip yang tersebar luas terbukti berasal dari konflik lain seperti perang Gaza atau invasi Rusia ke Ukraina.

Tak hanya warganet, media arus utama di India dan Pakistan turut memperkeruh suasana. Mereka menyebarkan klaim sepihak tentang kemenangan militer yang sulit diverifikasi. Para ahli menyebut ini telah memperburuk polarisasi dan mempercepat arus ujaran kebencian.

“Sulit mengungkap fakta militer karena selain situasi di lapangan yang kompleks, ada juga perang komunikasi yang masif,” kata analis hubungan internasional dan mantan kepala misi militer Prancis di PBB, Jenderal Dominique Trinquand.

Deepfake, hoaks, dan propaganda resmi

Melansir dari Digital Journal, Selasa 13 Mei 2025, disinformasi mencapai puncaknya saat India meluncurkan serangan udara pada Rabu lalu terhadap lokasi yang disebut sebagai “kamp teroris” di wilayah Pakistan.

Serangan itu dilakukan dua minggu setelah serangan mematikan di Pahalgam, Kashmir India, yang menewaskan 26 orang, hampir semuanya laki-laki Hindu. India menyalahkan Pakistan, yang membantah keterlibatan.

Dalam responsnya, militer Pakistan membagikan video ledakan yang ternyata merupakan rekaman lama dari serangan udara Israel di Gaza tahun 2023. Video itu sempat ditayangkan di berbagai kanal televisi dan viral di media sosial sebelum akhirnya ditarik.

Bahkan, video berbasis AI (deepfake) turut beredar, seperti cuplikan yang memperlihatkan jenderal Pakistan mengakui kehilangan dua jet tempur. Video itu ternyata hasil manipulasi dari konferensi pers pada 2024.

“Ketersediaan alat deepfake yang mudah diakses membuat konten palsu berbasis AI meningkat tajam,” ujar Joyojeet Pal, pakar informasi dari University of Michigan.

Kedua negara memanfaatkan celah informasi ini untuk menyebarkan narasi masing-masing. Pakistan bahkan tampak mencabut larangan terhadap platform X yang telah berlaku lebih dari setahun, bertepatan dengan hari India melancarkan serangan udara.

“Dalam krisis, pemerintah Pakistan membutuhkan suara rakyatnya terdengar secara global,” kata aktivis hak digital, Usama Khilji.

Pakistan juga memperingatkan potensi serangan siber lewat peringatan resmi dari National Cyber Emergency Response Team (NCERT) pada 8 Mei. Beberapa akun resmi pemerintah, termasuk Kementerian Urusan Ekonomi dan Otoritas Pelabuhan Karachi, diretas. Salah satu postingan palsu menyatakan pelabuhan diserang militer India, yang kemudian dibantah.

India merespons dengan tindakan keras: memblokir lebih dari 8.000 akun X serta melarang lebih dari selusin kanal YouTube asal Pakistan, termasuk media berita, yang dianggap menyebarkan konten provokatif. Sementara itu, situs pengecekan fakta milik pemerintah India, PIB Fact Check, telah membantah lebih dari 60 klaim menyesatkan selama krisis berlangsung.


Ujaran kebencian meningkat

Gelombang disinformasi digital beriringan dengan lonjakan ujaran kebencian secara langsung. Laporan India Hate Lab mencatat 64 kejadian ujaran kebencian tatap muka antara 22 April hingga 2 Mei, yang sebagian besar direkam dan disebarkan ulang di media sosial.

“Ada hubungan siklik antara ujaran kebencian offline dan konten online yang berbahaya,” kata Raqib Hameed Naik, direktur Center for the Study of Organized Hate.

Menurutnya, serangan di Pahalgam, Kashmir telah dimanfaatkan kelompok sayap kanan di India untuk menyerang Muslim dan warga Kashmir melalui demonstrasi dan seruan boikot ekonomi. Aksi seperti ini terekam dalam sejumlah video yang memperlihatkan seruan anti-Muslim di negara bagian Himachal Pradesh dan Uttarakhand.

Meski gencatan senjata kini diberlakukan, Naik memperingatkan bahwa ujaran kebencian tak akan surut. “Mesin perang mungkin berhenti, tapi mesin kebencian terus berjalan. Saya khawatir akan kembali lebih parah.”

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)