Parlemen Austria Sepakati Larangan Anak Perempuan Kenakan Jilbab

Parlemen Austria setujui pelarangan penggunaan hijab untuk bocah perempuan di bawah usia 14 tahun dalam lingkungan sekolah. Foto: Anadolu

Parlemen Austria Sepakati Larangan Anak Perempuan Kenakan Jilbab

Fajar Nugraha • 12 December 2025 15:00

Istanbul: Dewan Nasional Austria, pada Kamis, 11 Desember, menyetujui larangan kontroversial penggunaan jilbab bagi anak perempuan di bawah usia 14 tahun di sekolah. Langkah ini disahkan dengan dukungan luas lintas partai.

Kantor berita Austria, ORF, melaporkan, bahwa tindakan tersebut melarang penutup kepala yang dikenakan sesuai dengan tradisi Islam di semua sekolah umum dan swasta, kecuali acara sekolah di luar lingkungan sekolah. Sanksi, termasuk denda antara 150 euro hingga 800 euro, diberlakukan mulai tahun ajaran 2026/2027 dan diperkirakan 12.000 anak perempuan terdampak oleh undang-undang ini.

Menteri Integrasi, Claudia Plakolm (OVP) menggambarkan jilbab sebagai simbol penindasan, berargumen, bahwa undang-undang ini diperlukan untuk menjaga anak-anak. Sementara itu, para pemimpin OVP menekankan, bahwa penegakan tidak akan jatuh pada guru, hanya diminta untuk memberi tahu administrasi sekolah.

Partai NEO mendukung rancangan undang-undang tersebut, sebagai langkah untuk melindungi anak-anak, seraya Menteri Pendidikan, Christoph Wiederkher mengatakan undang-undang ini mendukung perkemabngan pribadi anak perempuan. Partai FPO, yang telah lama mendorong larangan tersebut, mengatakan masalah ini berasal dari imigrasi massal dan berargumen, bahwa jilbab mewakili Islam politik.

Partai Hijau adalah satu-satunya partai yang memilih menentang RUU tersebut, walaupun mengatakan simpati umum terhadap tujuan yang dinyatakan. Wakil pemimpin parlemen, Sigrid Maurer, memperingatkan, bahwa undang-undang ini mencerminkan larangan sebelumnya, yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2020 karena melanggar prinsip kesetaraan.

Sementara itu, Komunitas Keagamaan Islam Austria (IGGO) mengumumkan, akan segera mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi, dengan mengatakan undang-undang tersebut menimbulkan kekhawatiran konstitusional dan hak asasi manusia. Organisasi tersebtu menekankan, bahwa mereka menolak pemaksaan tetapi harus membela hak anak perempuan yang mengenakan jilbab secara sukarela.

Sebelumnya, pengacara dan pendidik Muslim telah mengisyaratkan dalam sebuah pernyataan, bahwa mereka akan menentang undang-undang tersebut di Mahkamah Konstitusi. Mereka berpendapat, bahwa larangn baru itu mengulangi ketentuan yang dibatalkan pada tahun 2020. 

Saat itu, para hakim memutuskan, bahwa pembatasan semacam itu berisiko meminggirkan anak perempuan Muslim dan melanggar perlindungan konstitusional. Sementara itu pakar hukum menegaskan, bahwa pembenaran revisi pemerintah tetap lemah dan kemungkinan besar tidak akan lolos dari pengawasan yudisial.

(Kelvin Yurcel)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Fajar Nugraha)