Mayoritas Kecelakaan Kereta Terjadi di Perlintasan Ilegal dan Tak Dijaga

Kecelakaan Kereta Api di Stasiun Magetan. (Dok. Metro TV)

Mayoritas Kecelakaan Kereta Terjadi di Perlintasan Ilegal dan Tak Dijaga

Riza Aslam Khaeron • 20 May 2025 15:08

Magetan: Empat nyawa melayang dan empat lainnya luka-luka dalam tragedi yang terjadi di perlintasan kereta api Stasiun Magetan, Senin, 19 Mei 2025. Kereta Malioboro Ekspres dari Yogyakarta menabrak tujuh sepeda motor yang melintas setelah palang pintu dibuka petugas. Peristiwa ini terjadi di perlintasan resmi JPL 08 Km 176+586.

"Masyarakat yang sudah menunggu di perlintasan ini masuk ke dalam perlintasan dan terserempet oleh kereta Malioboro Express tersebut," ujar Kapolres Magetan, AKBP Raden Erik Bangun Prakasa, Senin, 19 Mei 2025, dikutip dari Medcom.id.

Insiden di Magetan ini menggambarkan bahwa kecelakaan fatal tidak hanya terjadi di perlintasan liar, namun juga di perlintasan resmi, terutama ketika prosedur keselamatan tidak dijalankan dengan ketat. Lantas, apakah benar kecelakaan lebih banyak terjadi di perlintasan resmi atau justru ilegal?
 

Mayoritas Kecelakaan Terjadi di Perlintasan Ilegal dan Tak Dijaga

Berdasarkan analisis Kementerian Perhubungan, sebanyak 85 persen kecelakaan terjadi di perlintasan yang tidak dijaga, dan 63 persen kecelakaan terjadi di perlintasan tidak resmi atau liar.

“Kejadian kecelakaan juga tercatat paling tinggi terjadi, yakni hingga 85 persen di perlintasan yang tidak dijaga dan 63 persen terjadi di perlintasan yang tidak terdaftar, tidak berizin atau liar,” ujar Plt Dirjen Perkeretaapian Kemenhub, Zulmafendi, dalam rapat bersama Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu, 14 September 2022.

“Kejadian kecelakaan di perlintasan juga terjadi sebanyak 77 persen di perlintasan yang tidak dilengkapi pintu perlintasan,” tambah Zulmafendi.

Data dari PT KAI memperkuat temuan tersebut. Hingga 2024, terdapat 3.693 titik perlintasan sebidang di Pulau Jawa dan Sumatra. Dari jumlah tersebut, 727 titik merupakan perlintasan liar dan 1.810 titik tidak dijaga. Artinya, meskipun perlintasan liar hanya mencakup sekitar 20 persen dari total, kontribusinya terhadap jumlah kecelakaan sangat signifikan.

“Secara statistik, 15 persen kecelakaan terjadi di perlintasan terjaga, lebih kecil dari kecelakaan yang terjadi di perlintasan tidak terjaga, di mana 85 persen kecelakaan terjadi di perlintasan yang tidak terjaga,” ujar Direktur Utama KAI, Didiek Hartantyo dalam rapat yang sama.

Angka-angka kecelakaan juga menunjukkan tren yang mengkhawatirkan.

“Berdasarkan data dari Januari hingga Agustus 2024 saja sudah tercatat 535 kejadian temperan di jalur KA dan perlintasan,” ujar EVP of Corporate Secretary KAI, Raden Agus Dwinanto Budiadji dalam keterangannya pada Selasa, 1 Oktober 2024. Jumlah itu belum termasuk 774 kejadian pada 2023 dan 738 kejadian pada 2022.

Berdasarkan keterangan Agus, jumlah korban pun tidak sedikit.

“Pada periode Januari hingga 16 September 2024 sudah tercatat 272 korban kecelakaan di perlintasan sebidang dengan berbagai kondisi seperti luka bahkan meninggal dunia. Dari 272 orang tersebut, mengenaskannya 101 orang meninggal dunia,” ucap Agus.
 
Baca Juga:
Kronologi Kereta Malioboro Ekspres Tabrak Pemotor di Magetan hingga Tewas

Tingginya angka pelanggaran di perlintasan pun menjadi perhatian sehingga KAI mencoba mengatasi masalah tersebut melalui jalur hukum.

Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 296 yang menyebut pelanggar dapat dikenai pidana kurungan maksimal tiga bulan atau denda hingga Rp750.000. Selain itu, Pasal 199 UU Perkeretaapian menyebut pelanggaran aktivitas di jalur kereta bisa dikenai sanksi pidana tiga bulan atau denda hingga Rp15 juta.

Sebagai upaya pencegahan, KAI terus menutup perlintasan yang membahayakan.

“KAI telah melakukan penutupan sebanyak 107 titik perlintasan pada tahun 2023. Selanjutnya pada periode Januari hingga 12 Agustus 2024, KAI berhasil menutup 130 titik perlintasan,” lanjut Agus. Penutupan itu sesuai dengan Pasal 94 UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang menyatakan bahwa perlintasan tanpa izin wajib ditutup.

Meskipun tragedi seperti di Magetan membuktikan bahwa perlintasan resmi pun dapat memakan korban jika pengawasan lalai, data dan fakta jelas menunjukkan bahwa perlintasan ilegal dan tak dijaga jauh lebih berbahaya dan menyumbang porsi kecelakaan yang dominan.

Minimnya sarana keselamatan, tidak adanya petugas, serta perilaku tidak disiplin pengguna jalan menjadi penyebab utama tingginya kecelakaan di titik-titik liar.

Dengan berbagai langkah mitigasi yang terus ditingkatkan, dari penutupan hingga edukasi publik, diharapkan target “nol kecelakaan” di perlintasan sebidang dapat tercapai dalam waktu dekat.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Surya Perkasa)