Bulutangkis Indonesia: Prestasi Merosot, Alarm Jelang Olimpiade

Amri Syahnawi/Nita Violina Marwah (dok. PBSI)

Bulutangkis Indonesia: Prestasi Merosot, Alarm Jelang Olimpiade

Aries Fadhilah • 2 August 2025 18:56

Tahun 2025 menjadi tahun yang mengecewakan bagi bulutangkis Indonesia. Hingga memasuki Agustus, kontingen Merah Putih baru mengoleksi satu gelar dari turnamen level BWF Super 1000, suatu catatan yang jauh di bawah ekspektasi publik, apalagi mengingat sejarah panjang Indonesia sebagai kekuatan dunia di cabang olahraga ini.

Kondisi ini diperparah dengan minimnya wakil Indonesia di peringkat 10 besar dunia. Dalam daftar peringkat BWF terbaru, hanya segelintir atlet Indonesia yang mampu bersaing di level tertinggi, dan itu pun sebagian besar mengalami performa inkonsisten. Nomor ganda putra yang selama dua dekade terakhir menjadi andalan utama — bahkan sempat menjadi simbol supremasi Indonesia di pentas dunia — kini mulai tertinggal dari negara-negara pesaing seperti Malaysia, China, Jepang, dan Korea Selatan.

Ironisnya, Malaysia justru tengah mengalami lonjakan performa yang signifikan. Mereka kini mampu menghasilkan ganda putra peringkat satu dunia dan konsisten mencetak finalis di berbagai turnamen besar. Salah satu faktor yang mencuri perhatian publik adalah kehadiran Herry Iman Pierngadi (Herry IP) — pelatih legendaris Indonesia yang selama ini dianggap sebagai "arsitek emas" sektor ganda putra — yang kini menjadi bagian dari pelatih kepala tim Malaysia. Keputusan PBSI untuk tidak lagi memakai jasa Herry IP disebut-sebut sebagai salah satu titik kritis menurunnya kualitas pembinaan di sektor andalan tersebut.

Patut diingat, Herry IP adalah pelatih yang membentuk pasangan-pasangan tangguh seperti Ahsan/Hendra, Kevin/Marcus, dan Fajar/Rian. Kepindahannya ke Malaysia bukan hanya kehilangan secara teknis, tapi juga kehilangan figur yang mampu membentuk mental juara atlet.
 

Baca juga: 

Tiongkok Terbuka 2025: Fajar/Fikri Tekuk Wakil Malaysia


Sementara itu, pengurus PBSI saat ini diisi oleh figur-figur besar, salah satunya Taufik Hidayat yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum. Sebagai mantan juara Olimpiade, tentu publik berharap Taufik dan jajaran pengurus lainnya mampu membawa gebrakan dan reformasi di tubuh PBSI. Namun hingga saat ini, belum terlihat perubahan fundamental dalam strategi pembinaan, regenerasi, maupun tata kelola organisasi. Program pembinaan masih dianggap belum adaptif terhadap dinamika global, dan terlalu sering mengambil keputusan yang menimbulkan tanda tanya di kalangan pecinta bulutangkis.

Kini, Olimpiade LA 2028 tinggal hitungan bulan. Waktu untuk melakukan pembenahan sangat terbatas. Tanpa perbaikan yang konkret, Indonesia berisiko pulang tanpa gelar dari Olimpiade, sesuatu yang belum pernah terjadi sejak era kejayaan bulutangkis nasional dimulai. Kehilangan emas Olimpiade bukan hanya kehilangan medali, tapi juga kehilangan marwah sebagai bangsa besar dalam bulutangkis dunia.

PBSI harus segera mengevaluasi diri secara total. Apakah arah pembinaan saat ini sudah sesuai dengan tantangan global? Apakah komunikasi antara pengurus, pelatih, dan atlet terjalin sehat? Apakah keputusan-keputusan yang diambil murni berbasis kinerja, bukan faktor non-teknis?

Jika tidak segera berbenah, bukan tak mungkin kita hanya akan menjadi penonton dari kejayaan negara-negara lain — termasuk Malaysia — yang justru memetik manfaat dari kesalahan-kesalahan yang kita buat sendiri.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Anggi Tondi)