Wajah Islam Mataraman di Masjid Patok Negara Mlangi Yogyakarta

Halaman muka serambi Masjid Jami Patok Negoro An-nur. MTVN/Ahmad Mustaqim

Wajah Islam Mataraman di Masjid Patok Negara Mlangi Yogyakarta

Ahmad Mustaqim • 5 March 2025 14:45

Sleman: Masjid Jami Patok Negoro An-nur berdiri di atas seluas sekitar 300 meter persegi di Dusun Mlangi, Desa Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bangunan yang mayoritas bercat putih itu tampak berinfrastruktur kuat dan terlihat kuno ini memiliki sejarah penting dalam jejak keislaman Kerajaan Mataram di Yogyakarta.

Masjid An-nur Mlangi menjadi satu di antara lima masjid pathok negoro yang ada di DIY. Empat masjid di antaranya Masjid Taqwa Wonokromo, Pleret, Bantul; Masjid Nurul Huda Dongkelan, Tirtomartani, Kecamatan Kasihan, Bantul; Masjid Ad-Dorojatun Desa Babadan, Kecamatan Banguntapan, Bantul; dan Masjid Sulthoni Plosokuning, Desa Minomartani, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman.

Sebutan Masjid Patok Negoro atau batas negara ini tak lepas dari kawasan perbatasan kawasan kekuasaan Kraton Yogyakarta yang ditandai dengan masjid-masjid tersebut. Bangunan masjid di Mlangi tersebut hampir serupa dengan Masjid Pathok Negara di Minomartani, Babadan, maupun Bantul. Seperti atap terdiri dari dua susun dengan penopang 16 tiang dan tempat ibadah perempuan yang terpisah atau tersekat. Selain itu, juga terdapat bedug besar dan didampingi kentongan.

Tempat bersuci atau wudhu antara laki-laki dan perempuan dibuat di titik berbeda. Sebelum memasuki area bersuci ini terdapat kolam, yang secara fiqh berfungsi untuk memastikan kaki jemaah suci dari najis ketika mau masuk masjid, dan secara tasawwuf menjadi miniatur 'Ars (yang dikelilingi air) di bumi, yakni Baitullah.

Masjid Pathok Negara Mlangi berdiri dikelilingi makam, baik di sisi selatan, barat, maupun utara. Makam-makam tersebut tempat dikebumikannya masyarakat dan para tokoh agama setempat. Salah satu makam di lokasi tersebut merupakan makam Pangeran Ngabei Saloring Pasar atau RM Sandiya. Sosok inilah yang disebut masyarakat sebagai Kiai Nur Iman.

Sekretaris Yayasan Nur Iman, yang juga pengasuh Pesantren Pelajar-Mahasiswa Aswaja Nusantara, Muhammad Mustafid menerangkan istilah ‘Sandiya’ berasal dari kata sandi. Kata tersebut memiliki arti tersamar atau dalam khazanah sufi, wali mastur.

"RM Sandiya adalah kakak Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Lahir dari ibu yang berbeda," kata Mustafid di Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman pada Rabu, 5 Maret 2025. 



Mustafid mengatakan Kiai Nur Iman ini sosok putra pertama Amangkurat Jawi atau Amangkurat IV yang sewaktu muda bernama Raden Surya Putra. Kendati keturunan bangsawan, Kiai Nur Iman lebih memilih jalur perjuangan dakwah kultural, dan tidak melibatkan diri secara langsung dalam perpolitikan kerajaan. Ia menyebut Kiai Nur Iman lebih memilih menyebarkan agama islam dan hidup bersama masyarakat. 

Menurut dia jalan itu ditempuh sebagai pembagian tugas sejarah dengan memilih menyebarkan ajaran agama Islam. Selain itu, ada keluarga keraton yang tetap mengelola negara. 

"Dan mengembangkan masyarakatnya, serta berbagi tugas dengan adiknya yang mengelola negara" kata pengasuh sekaligus pendiri Pondok Pesantren Pelajar-Mahasiswa (PPM) Aswaja Nusantara Mlangi ini.

Setelah perjanjian Giyanti pada 1755, Kiai Nur Iman ini berdakwah di sejumlah daerah di Jatim, Jateng, dan DIY. Lokasi berdakwa dipilih di kawasan-kawasan pelosok. Di DIY, dimulai dari Kulon Progo, Kiai Nur Iman terus bergeser di sejumlah kawasan hingga akhirnya menetap di Mlangi.

Mustafid mengungkapkan Kiai Nur Iman sudah sedari kecil hidup di lingkungan pesantren. Darah bangsawan yang mengalir pada dirinya tak mempengaruhinya untuk menghabiskan masa kecil hingga dewasa di Pesantren Gedangan. Kiai Nur Iman sempat dicari dan diminta kembali ke Kraton Yogyakarta. Namun, akhirnya ia dihadiahi tanah perdikan yang bebas pajak dari Sultan Hamengku Buwono I. Tanah inilah cikal bakal keberadaan pesantren yang dikelola Kiai Nur Iman.

Di tengah kehidupan bermasyarakat, Kiai Nur Iman juga mempelajari berbagai ilmu tentang agama islam, di antaranya bahasa Arab, fiqih, tauhid, dan tasawuf. Ia juga menularkannya pengetahuannya kepada para santri di Pondok Pesantren Mlangi itu.

Selain pondok pesantren, Kiai Nur Iman juga mendirikan masjid. Masjid inilah yang kini menjadi Masjid Patok Negara. Masjid ini menjadi tempat beribadah sekaligus menyebarkan ajaran agama islam.

Singkat cerita, Kiai Nur Iman wafat dan dimakamkan di halaman belakang Masjid Patok Negoro Mlangi. Kini masjid dan makam Kiai Nur Iman kerap didatangi peziarah dari berbagai wilayah di Indonesia.

Mustafid mengatakan Kiai Nur Iman merupakan tokoh berpengaruh dalam menyebarkan pendidikan islam. Ajaran yang ditularkan bisa diakses segala golongan dan lebih inklusif. Hal ini berimbas pada dampak sosio-kultural Masjid Mlangi yang mampu menjaga tradisi dan agama islam.

"Tradisi dan kultur yang ada di masyarakat berpusat pada nilai-nilai yang dulu dikembangkan di Pathok Negoro (Mlangi). Nilai kultural tersebut terangkum dalam dua kata: keilmuan dan perjuangan," ucapnya. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Al Abrar)