Ilustrasi. Foto: Dok MI
Jakarta: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada zona merah pada perdagangan Selasa, 14 Oktober 2025. Kondisi IHSG sempat menguat pada awal pembukaan pagi tadi, namun langsung ambruk hingga ke 8.066,522.
Berdasarkan data RTI, IHSG sore ditutup turun 160,678 poin atau setara 1,95 persen. IHSG sebelumnya sempat dibuka ke level 8.269. Sementara itu, IHSG juga berada di level terendah 7.974 dan tertinggi di posisi 8.284.
Adapun total volume saham yang telah diperdagangkan adalah 48,249 miliar senilai Rp31,988 triliun. Sedangkan kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp15,205 triliun dengan frekuensi sebanyak 3.252.811 kali.
Sore ini, tercatat sebanyak 583 saham bergerak melemah. Sementara itu, sebanyak 138 saham menguat dan 84 saham lainnya stagnan.
Baca Juga :
(Ilustrasi. MI/Susanto)
IHSG dibayangi sentimen domestik-global
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus alias Nico mengatakan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibayangi oleh sentimen dari domestik maupun global.
“Sentimen eksternal dan internal membayangi pergerakan IHSG,” ujar Nico dalam keterangannya dikutip dari
Antara di Jakarta.
Dari dalam negeri, Nico menjelaskan pelaku pasar merespons kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah yaitu memberikan stimulus tambahan dalam rangka mendorong daya beli masyarakat sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV- 2025.
Selain itu, Kementerian Keuangan tengah mempertimbangkan akan memberikan dan membuka peluang untuk menyuntikkan kembali likuiditas ke Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
"Pasar berharap stimulus dan likuiditas ke bank yang diberikan oleh pemerintah dapat menjaga daya beli masyarakat dan juga ekspansi kredit, sehingga akan menopang pertumbuhan ekonom dalam negeri. Tentunya ini memberikan katalis positif bagi pasar," ujar Nico.
Sementara dari mancanegara, Nico menjelaskan pelaku pasar dibayangi oleh harapan meredanya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Nico mengatakan China dan AS meningkatkan perang dagang mereka dengan mengenakan biaya pelabuhan baru kepada perusahaan pelayaran laut, dan menargetkan kapal-kapal yang mengangkut barang dan menjadikan perdagangan maritim sebagai front baru dalam perang dagang mereka yang sedang berlangsung.
"Namun kekhawatiran pasar masih berlanjut apakah kedua negara mencapai kesepakatan perdagangan yang berkelanjutan," ujar Nico.