Koalisi masyarakat sipil yang konsen pasa isu difabel. Dokentasi/Istimewa
Ahmad Mustaqim • 12 October 2024 13:15
Yogyakarta: Koalisi masyarakat sipil yang berisi pegiat isu difabel menyoroti layanan dalam gelaran Pemilu masih tak ramah dengan kelompok difabel. Hal itu terjadi sejak pendataan pemilih sampai pembentukan TPS.
"Rendahnya jumlah pemilih difabel yang terdaftar, hambatan bagi difabel psikososial yang tinggal di panti rehabilitasi untuk menggunakan hak pilih dan menyalurkan suara, hingga berbagai hambatan dalam pelaksanaan pencoblosan adalah sebagian dari temuan dalam Pemilu 2024 yang penting menjadi perhatian dalam perbaikan penyelenggaraan dalam Pilkada yang tinggal menghitung hari," kata Eksekutif Nasional Formasi Disabilitas, Nur Syarif Ramadhan dalam keterangan pers, Sabtu, 12 Oktober 2024.
Koalisi sipil yang berisi Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Pusat Rehabilitasi Yakkum, Formasi Disabilitas dan LKiS Yogyakarta menegaskan bahwa betapa pun konstitusi dan berbagai aturan telah memberikan jaminan pemenuhan hak politik difabel/penyandang disabilitas, hak memilih dan dipilih difabel masih sering terlanggar.
Syarif menjelaskan, temuan dalam pemantauan Pemilu 2024 di 218 di 42 labupaten/kota, di 20 provinsi menjadi catatan merah bagi penyelenggara Pemilu. Mulai dari pendataan Pantarlih, tidak tercatatnya difabel sebagai pemilih difabel berpengaruh terhadap akomodasi pemilih difabel. Kemudian, masih terdapat bilik suara yang tidak aksesibel di 33 TPS dan sulit dijangkau pemilih difabel.
"Masih banyak temuan lainnya. Ini gap nya sangat tinggi. Dari sini diperkirakan ada lebih dari 1 juta difabel tidak tercatat sebagai pemilih difabel," kata dia.
Perwakilan Pusat Rehabilitasi Yakkum, Rani Ayu Hapsari mengatakan aspirasi difabel sangat penting untuk menyatakan pendapat menentukan calon pemimpin 5 tahun mendatang, termasuk dalam Pilkada 2024. Dari hasil survei yang dilakukan aksi kolektif koalisi, kata dia, sebagian besar pemilih difabel tidak mengetahui rekam jejak tentang penggelapan dana. Salah satu temuan tersebut menunjukkan bahwa calon pemimpin daerah tidak dikenal oleh calon konstituen dari sisi bersih dari korupsi atau tidak.
"Hendaknya calon kepala daerah melakukan konsultasi, melakukan dialog langsung kepada difabel saat berkampanye, melaporkan aset/ kekayaan yang dimiliki kepada publik untuk pembuktian tidak memiliki rekam jejak penggelapan dana," ujarnya.
Wakil Direktur Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Muhammad Syamsudin, menegaskan pihaknya meminta penyelenggara Pemilu memperhatikan dengan serius para kelompok difabel, termasuk untuk para kandidat yang akan berkontestasi di Pilkada 2024 mendatang. Pasalnya, negara sudah mengatur dan memiliki landasan hukum dalam pelayanan difabel.
"Pemenuhan hak pilih bagi kelompok rentan semestinya, dimulai dari bagaimana elemen yang ada di dalam penyelenggaraan Pemilu mengakomodasi aspirasi," ucapnya.
Sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Yogyakarta menyiapkan fasilitas memilih bagi masyarakat difabel. Jumlah pemilih disabilitas di 3 kabupaten mencapai belasan ribu.
Di Kabupaten Bantul, KPU setempat mencatat ada 5.584 pemilih disabilitas. Jumlah itu masuk bagian dari 745.992 orang di daftar pemilih tetap (DPT) Pilkada 2024.
"Sebanyak 5.584 orang itu ada enam jenis disabilitas," kata Divisi Perencanaan, Data dan Informasi, KPU Kabupaten Bantul, Arya Syailendra.
Sementara, KPU Kabupaten Kulon Progo mencatat ada sebanyak 5.166 disabilitas terdata di dalam DPT Pilkada 2024. Mereka juga disiapkan fasilitas dan alat bantu untuk menggunakan hak pilih.
Adapun KPU Kabupaten Gunungkidul mencatat ada 5.773 pemilih kategori disabilitas di antara 612.421 pemilih di DPT. Para pemilih disabilitas itu baik kategori fisik, netra, rungu, sensorik wicara maupun intelektual.
"Jumlah (pemilih disabilitas) itu tersebar di 18 kecamatan dan 144 desa," ujar Ketua KPU Kabupaten Gunungkidul, Asih Nuryanti.