Perusahaan-Perusahaan Ini Dituding Jadi Pemicu Banjir dan Longsor di Sumatra

Tumpukan balok-balok kayu yang terbawa banjir menghancurkan rumah beserta fasilitas umum di Lingkungan IV, Kelurahan Hutanabolon, Tukka, Tapanuli Tengah Sumatera Utara, Minggu, 7 Desember 2025. (ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo)

Perusahaan-Perusahaan Ini Dituding Jadi Pemicu Banjir dan Longsor di Sumatra

Silvana Febiari • 9 December 2025 10:18

Jakarta: Banjir dan longsor yang melanda Sumatra dan Aceh bukan sekadar akibat cuaca ekstrem. Bencana tersebut diduga puncak dari akumulasi kerusakan ekologis yang terjadi selama bertahun-tahun. 

Sejumlah perusahaan besar mulai dari Tambang Emas Martabe (PT Agincourt Resources), PLTA Batang Toru, PT Toba Pulp Lestari, hingga PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III dituding menjadi pemicu melalui pembukaan hutan, perubahan aliran sungai, serta ekspansi industri yang melemahkan daya dukung alam di Sumatra dan sekitarnya.

Pemerintah menegaskan akan menempuh jalur hukum untuk menindak para pelaku yang bertanggung jawab. "Kami akan melakukan penyelidikan lagi. Mungkin habis ini kami akan terbang sampai ke hulu untuk memastikan apa yang terjadi di hulu," kata Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol, dikutip dari Metrotvnews.com, Selasa, 9 Desember 2025. 
 

 

PLTA Batang Toru

Perusahaan ini diduga menghilangkan 350 hektare hutan di sepanjang 13 km sungai. Limbah galian terowongan menimbulkan sedimentasi tinggi.

Video banjir di Jembatan Trikora memperlihatkan gelondongan kayu dalam jumlah besar. Hal ini disinyalir datang dari wilayah pembangunan PLTA.

PT Toba Pulp Lestari (TPL)

Ribuan hektare hutan di DAS Batang Toru dialihfungsikan menjadi perkebunan eukaliptus. Hal ini memperparah degradasi kawasan koridor satwa di Dolok Sibualbuali–Batang Toru.

PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III)

Laporan analisis regional (dirujuk oleh media lokal) menyebutkan total deforestasi/degradasi di DAS Batang Toru dalam 10–15 tahun terakhir mencapai puluhan ribu hektare (angka aggragat dari studi seperti Global Forest Watch & analisis nasional). Ini menunjukkan skala masalahnya luas dan kumulatif


Petugas mengoperasikan eskavator untuk membersihkan jalan akses antardesa dari batang-batang kayu gelondongan pascabanjir bandang di Desa Tanjung Karang, Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, Minggu, 7 Desember 2025. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prako

Hutan, terutama di area hulu DAS, berfungsi sebagai penyangga untuk menyerap air hujan, memperlambat aliran air, dan menjaga stabilitas tanah. Ketika hutan hilang atau rusak, kapasitas penyerapan air dan stabilitas tanah menurun, sehingga memicu risiko banjir atau longsor saat hujan deras. 

Kasus ini menjadi peringatan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus dilakukan dengan hati-hati, terutama di area hulu dan ekosistem yang sensitif. Tanpa kehati-hatian, aktivitas industri dapat memperbesar risiko bencana dan memperlemah daya dukung lingkungan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Silvana Febiari)