Pemerintah Perlu Libatkan Ilmuwan Atasi Polusi Udara Jakarta

Ilustrasi. FOTO: dok MI

Pemerintah Perlu Libatkan Ilmuwan Atasi Polusi Udara Jakarta

Angga Bratadharma • 29 August 2023 18:26

Jakarta: Narasi mengenai polusi udara Jakarta yang menjadi permasalahan sebulan terakhir sangat didominasi oleh narasi pembuat kebijakan yang dinilai minim dukungan data ilmiah. Alih-alih polusi berkurang, pembuat kebijakan yang berbicara tanpa data justru membuat kabur penyebab dari polusi ini.

Chair Monash Climate Change Communication Research Hub (MCCCRH)- Indonesia Node Ika Idris mengatakan bahwa dalam pantauan pemberitaan media selama sebulan terakhir, aktor-aktor yang meramaikan diskusi publik justru datang dari pemerintah, perusahaan-perusahaan BUMN di bidang energi, dan perusahaan-perusahaan asuransi Kesehatan. Kalaupun ada di luar itu, yakni dari WHO, yang menyampaikan mengenai nilai panduan kualitas udara.

Ia menambahkan karena pemerintah blunder dengan penyebab polusi udara, maka langkah dalam mengatasinya pun beda-beda satu sama lain. Pemerintah terkesan ingin solusi jangka pendek saja, bukan solusi jangka panjang yang sampai ke akar masalahnya.

"Pemerintah juga tidak transparan menyampaikan sebenarnya sumbernya polusinya dari mana saja, misal berapa persen kontribusi dari kendaraan atau berapa dari PLTU,” kata Ika, di Jakarta, dalam keterangannya, Selasa 29 Agustus 2023.

Sementara itu, kita tidak melihat ada ilmuwan yang dijadikan rujukan. Berkaca dari pandemi, pemerintah lagi-lagi tidak menganggap penting suara ilmuwan. Dalam pantauan dengan Factiva-platform pemantauan berita milik Dow Jones, suara ilmuan masih sebatas diwakili oleh dokter atau dokter spesialis paru. Padahal masalah ini sudah mencakup isu kesehatan penduduk, sehingga perlu melibatkan ilmuwan dari berbagai bidang di antaranya teknik lingkungan, kesehatan publik, perubahan perilaku, transportasi, modifikasi cuaca, dan energi bersih.

Pemerintah penting untuk mendengarkan ilmuwan

Pada masalah genting seperti ini, pemerintah penting untuk mendengarkan ilmuwan dan utamanya data-data ilmiah. Laporan Global Alliance on Health and Pollution tahun 2017 menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara di urutan nomor 4 teratas dengan kasus meninggal prematur yang disebabkan polusi udara. Jumlahnya mencapai 123 ribu jiwa di tahun tersebut. Sementara, menurut data yang sama, jumlah meninggal prematur karena semua jenis polusi mencapai 232 ribu jiwa di 2019.

“Di tengah krisis udara bersih, jika pemerintah tidak tahu langkah apa yang mesti diambil, mestinya mereka mengundang ilmuwan dan mendengarkan masukan mereka,” tegas Ika.

Ia mencontohkan kebijakan pemerintah provinsi DKI Jakarta hampir tidak pernah mengacu pada usulan ilmuwan, tidak jelas basis pengambilan kebijakannya, dan tidak konsisten. Jika kita amati, kebijakan menutup pabrik arang, WFH ASN DKI, hingga uji coba penyemperotan mist generator dari atas gedung, hampir tidak pernah dijelaskan landasan ilmiah pengambilan keputusannya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Angga Bratadharma)