NEWSTICKER

Simalakama Larangan Ekspor Bauksit Mentah

Ilustrasi aktivitas alat berat di pertambangan bauksit. Foto: dok MI.

Simalakama Larangan Ekspor Bauksit Mentah

Fetry Wuryasti • 5 June 2023 10:50

Jakarta: Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemerintah terlalu dini memberlakukan larangan ekspor bauksit mentah mulai 10 Juni 2023. Alasannya, Indonesia belum memiliki rantai pasok dari hulu ke hilir yang memadai.

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan niat dari larangan itu baik, yakni ekspor hanya diizinkan jika bauksit telah melalui proses pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri sehingga memberi nilai tambah. Namun, kebijakan itu dinilainya tergesa-gesa.

Ia memaparkan data volume dan nilai ekspor bauksit yang meningkat dalam enam tahun terakhir. Indonesia menduduki peringkat kelima sebagai negara dengan produksi bauksit terbesar di dunia, yaitu sekitar 17,84 juta ton. Meski relatif turun, saat ini menghasilkan USD623 juta.

"Situasi kegiatan ekspor bauksit ini ketika dilarang, kami menduga para pelaku industri akan mempercepat persiapan pembangunan smelter yang masih kurang. Akan tetapi, perlu ditinjau pula kesiapan industri dalam negeri dalam merespons kebijakan ini mengingat ketersediaan dan fasilitas pengolahan serta pemurnian bauksit di Indonesia itu masih minim," papar Tauhid dalam diskusi publik Indef berjudul Larangan Ekspor Bauksit dan Dampaknya, dilansir Media Indonesia, Senin, 5 Juni 2023.

Besarnya volume produksi dalam enam tahun terakhir, sambungnya, menjadi indikator potensi bauksit yang sangat besar di pasar internasional.

Dari jumlah produksi yang ada, pasar dalam negeri menyerap 40 persennya. Jika larangan ekspor bauksit mentah itu diberlakukan dalam waktu dekat ini, 60 persen dari hasil produksi akan terdampak larangan ekspor yang berujung pada kelangkaan barang dan pada akhirnya kenaikan harga.

"Rencana untuk membangun industri bauksit dari ore menjadi metallurgical grade bauksit, kemudian diolah menjadi alumina dan aluminium perlu ada fase persiapan, tinggal landas, hingga tahap hilirisasi," terang Tauhid.

Ekonom Indef lainnya, Ahmad Heri Firdaus, menyampaikan jika pemerintah menginginkan hilirisasi bauksit, prosesnya harus dilakukan secara menyeluruh dan harus memahami kapasitas maksimal industri pengguna bauksit.

Jika ekspor bauksit dilarang tanpa kesiapan secara menyeluruh, larangan itu akan jadi bumerang karena rendahnya serapan di dalam negeri karena masih minimnya smelter.

"Ekspor bauksit ini tidak perlu dilarang lewat kebijakan. Ekspor akan berkurang dengan sendirinya jika permintaan di dalam negeri meningkat. Permintaan dalam negeri akan meningkat jika diciptakan hilirisasi yang menyeluruh, mulai pemurniannya sampai ke hilir," jelas Ahmad.

Siapkan stimulus

Dalam diskusi yang sama, Pelaksana Harian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Ronald Sulistyanto mengatakanpembangunan smelter yang merupakan perintah UU tak semudah membalikkan telapak tangan. Minimnya investor menjadi penyebab utamanya.

Dalam catatannya, sejak UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara diberlakukan pada Januari 2014, baru ada satu perusahaan yanng bisa membangun smelter.

"Baru satu perusahaan, yaitu PT PT Well Harvest Winning (WHW) Alumina Refinery, di bawah Harita Group. Bayangkan, dari 2009-2014, ada lebih dari 70 pemegang izin usaha pertambangan (IUP), lebih dari 40 pemegang rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB), tapi yang bisa merealisasikan hanya satu," kata Ronald.

Dia mengatakan betapa sulitnya mendapatkan investor karena biayanya cukup mahal untuk membangun pemurnian bauksit.

Saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VII DPR pada akhir Mei lalu, Menteri ESDM Arifin Tasrif memaparkan dari rencana pembangunan 12 fasilitas pemurnian, empat smelter sudah beroperasi dan delapan smelter dalam tahap pembangunan.

Namun, berdasarkan peninjauan di lapangan oleh verifikator independen, tujuh dari delapan smelter yang tengah dibangun masih dalam bentuk tanah lapang. Sementara itu, dalam laporan hasil verifikasi ditulis progres pembangunan sudah di kisaran 32-66 persen.

Untuk memacu minat pengusaha mempercepat pembangunan smelter, ia berencana akan menerbitkan aturan yang akan memberi kesempatan bagi pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) mineral logam mengekspor ke luar negeri sampai Mei 2024 jika progres pembangunan smelter-nya telah mencapai 50 persen pada Januari 2023. Fasilitas itu dapat dicabut apabila pembangunan fasilitas pemurnian tidak menunjukkan kemajuan.

"Untuk mendapatkan rekomendasi ekspor, harus memenuhi syarat yang tercantum dalam rancangan Peraturan Menteri ESDM dan mekanisme pengawasannya dilakukan oleh Kementerian ESDM berdasarkan kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian," kata Arifin.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahmah mengatakan kebijakan pelarangan ekspor itu merupakan perintah UU Minerba. Namun, penerapannya harus tetap memperhatikan ekonomi daerah, termasuk berbagai kewajiban dan keharusan yang dipenuhi pemerintah dan pelaku industri.

Dia memandang harus ada titik temu antara realisasi UU Minerba dan kepentingan ekonomi daerah.

"Mineral memiliki multiplier effect ekonomi yang sangat luar biasa. Saya harap kebijakan yang dikeluarkan oleh kementerian harus mempertimbangkan dua faktor tersebut, yaitu perintah UU dan berputarnya ekonomi daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan negara," kata Maman.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Ade Hapsari Lestarini)