Tensi Konflik Timur Memanas, Kenaikan Harga Minyak Sudah Terbatas

Ilustrasi eksplorasi migas lepas pantai. Foto: dok AP.

Tensi Konflik Timur Memanas, Kenaikan Harga Minyak Sudah Terbatas

Fetry Wuryasti • 17 October 2023 18:16

Jakarta: Meningkatnya tensi konflik geopolitik di Israel dan Palestina akan menambah risiko secara global. Salah satu yang menjadi perhatian pasar yaitu potensi kenaikan harga minyak.

Namun sebelum konflik pun, harga minyak mentah sudah naik 34 persen, sejak Juni 2023, yang lebih disebabkan oleh gangguan pasokan. Sebab Arab Saudi dan Rusia memangkas produksi minyak mereka, sehingga harganya naik. Hal ini didukung juga oleh harapan perbaikan ekonomi di semester II-2023 di Amerika dan Tiongkok.

"Melihat konflik yang masih terus berlangsung ini, sebenarnya kenaikan harga minyak sudah mulai terbatas. Alasannya, pada jangka panjang, di tahun 2024, outlook ekonomi masih melambat. Sehingga dari sisi permintaan, belum ada hal signifikan yang akan membuat kenaikan harga minyak terlampau tinggi," kata Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Martha Christina pada Mirae Asset Media Day, Selasa, 17 Oktober 2023.

Dari sisi pasokan, jika konflik Israel-Palestina tidak meluas ke negara-negara sekitarnya yang juga merupakan produsen minyak, maka kemungkinan harga minyak akan tertahan di level saat ini.

Tetapi apabila konflik meluas, lanjut Martha, maka kenaikan harga minyak patut dikhawatirkan. Namun karena semua negara berkepentingan untuk minyak, termasuk negara-negara besar. Sehingga menjaga kestabilan ekonomi dunia menjadi sangat penting.

"Menjaga kestabilan geopolitik di Israel dan Hamas, dan perdamaian menjadi penting. Negara-negara akan mengupayakan perdamaian. Sehingga harapannya harga minyak tidak melambung terlalu tinggi," kata Martha.

Dari versi Administrasi Informasi Energi (EIA), membuat proyeksi mingguan harga minyak akan menjadi USD95 di 2024. Proyeksi ini karena di tahun depan, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) akan terus memangkas produksi. Sehingga kenaikan harga minyak akan lebih disebabkan oleh gangguan pasokan.

"Tapi meski OPEC memangkas produksi, negara-negara non OPEC sedang ada proyek untuk pembukaan ladang minyak baru. Ini yang jadi pengimbangnya," beber Martha.
 

Konflik geopolitik berpengaruh terbatas ke IHSG


Terkait dengan konflik geopolitik ini terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG), pengaruhnya akan relatif terbatas, selama konflik tidak menyebar ke negara-negara sekitarnya.

Tujuan perdamaian akan terus dikejar, sehingga tidak menyebabkan kenaikan harga minyak, atau meluasnya konflik ke negara-negara produsen minyak.

Sebab negara-negara di dunia pun sedang berperang melawan inflasi, yang salah satu penyebabnya adalah harga energi. Apabila harga minyak melonjak, tentu akan lebih banyak negara yang menderita.

"Jadi sedini mungkin konflik diredam," tutur Martha.

Di tengah situasi dan kondisi perang yang terjadi, hal ini berdampak kepada kenaikan harga komoditas dalam negeri. Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini tengah mewaspadai potensi naiknya harga minyak mentah dunia yang bakal berimbas pada harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri.

Hal tersebut seiring kekhawatiran gangguan pasokan global karena berlarutnya konflik perang yang tengah terjadi. Sehingga ini akan berdampak pada naiknya harga komoditas energi global yang tentunya akan berdampak pada penyesuaian harga produk BBM dalam negeri, baik itu non subsidi seperti Pertamax dan BBM subsidi seperti Pertalite.

"Sehingga pasar berharap pemerintah segera bertindak antisipasi akan potensi kenaikan yang akan terjadi," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus.

Sebab kenaikan tersebut akan berimbas menekan daya beli masyarakat atau sektor rumah tangga dan juga dunia usaha karena bertambahnya biaya produksi.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Tertekan Limpahan dari Venezuela
 

Harga minyak mentah diramal melambung


Sebelumnya diprediksi harga minyak mentah berpotensi naik dalam waktu dekat akibat dampak meluasnya perang yang terjadi terhadap negara-negara berkembang di Asia, dan para pembuat kebijakan kesulitan menilai dampak terhadap pasokan minyak dan pertumbuhan ekonomi mendatang.

Jika harga minyak yang lebih tinggi terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama, maka akan membuat Indonesia terkena dampak terhadap perdagangan.

Dari hasil laporan Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan neraca migas tercatat defisit sebesar USD1,92 miliar, dengan penyumbang defisit adalah minyak mentah dan hasil minyak.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)