Ekonom Fithra Faisal Hastiadi. Dok. Aulia
M Rodhi Aulia • 1 November 2024 17:51
Jakarta: Presiden Prabowo Subianto menetapkan target untuk pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 8%, jauh di atas angka saat ini yang berada di kisaran 5%. Ekonom Fithra Faisal Hastiadi mengapresiasi target pencapaian tersebut dan menyatakan bahwa hal ini bisa dicapai dengan strategi yang tepat.
Ia menjelaskan pencapaian ini akan bergantung pada pengembangan industri pengolahan sumber daya alam dan program-program sosial yang memberikan dampak langsung pada masyarakat. Upaya ini memerlukan dukungan dari berbagai sektor agar dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
"Dalam konteks ini, Prabowo harus menghadapi tantangan domestik dan internasional yang signifikan," jelas Fithra yang juga penasihat ekonomi di PT Samuel Sekuritas Indonesia, Jumat 1 November 2024.
Tantangan-tantangan ini perlu diatasi dengan strategi yang matang agar pertumbuhan dapat tercapai. Menurut Fithra, tantangan domestik bagi Prabowonomics mencakup pengelolaan sumber daya serta optimalisasi berbagai program yang sudah berjalan. Di sisi lain, tantangan internasional berkaitan erat dengan upaya memperkuat hubungan diplomatik dan memperluas akses perdagangan.
"Pertama-tama, tantangan domestik melibatkan pengelolaan sumber daya dan program-program yang sudah ada, sementara tantangan internasional berkaitan dengan hubungan diplomatik dan perdagangan," ujar dia.
Baca juga: Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi 8% Bukan Mustahil
Dalam konteks ini, penting untuk diingat bahwa "seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak"; hubungan diplomatik yang baik dengan berbagai negara dapat menciptakan aliansi yang kuat dan memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi tantangan global.
Fithra menekankan bahwa untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8%, diperlukan upaya ekstra dan strategi yang jelas. Kerjasama lintas sektor dan dukungan kebijakan yang efektif menjadi kunci untuk mencapai target yang realistis ini.
Salah satu langkah penting yang disarankan oleh Fithra adalah menjaga defisit fiskal di bawah 3% untuk memastikan investor tetap percaya pada stabilitas ekonomi Indonesia. Kestabilan ini menjadi faktor krusial untuk menarik lebih banyak investasi asing ke Indonesia.
Optimalisasi penerimaan pajak menjadi fokus utama dalam strategi Prabowonomics. "Bukan tax rate yang perlu dinaikkan, melainkan optimalisasi pajak di sektor-sektor tertentu, seperti pertambangan," tegasnya.
Sektor pertambangan berpotensi memberikan kontribusi signifikan, dengan estimasi penerimaan mencapai antara Rp100 hingga Rp200 triliun. Dengan pengelolaan yang baik, total kontribusi dari sektor ini dan sektor mineral lainnya dapat mencapai sekitar 250 triliun rupiah.
"Jika kita mampu mengoptimalkan sektor ini, kita bisa melihat tambahan pendapatan yang substansial bagi negara," ungkapnya.
Mengingat defisit fiskal tahun depan diperkirakan mencapai Rp600 triliun, masih ada ruang untuk memperbaiki kondisi fiskal dengan strategi pajak yang lebih baik.
Fithra juga menjelaskan bahwa dalam lima tahun ke depan, reformasi pajak yang serius dapat meningkatkan potensi penerimaan negara. Dengan adanya Badan Penerimaan Negara (BPN) di masa depan, diharapkan akan ada peningkatan lebih lanjut dalam penerimaan pajak.
"Jika kita terburu-buru tanpa perencanaan yang matang, risiko ekonomi dapat meningkat," tegasnya.
Oleh karena itu, perencanaan yang hati-hati akan membantu menghindari dampak negatif terhadap perekonomian.
Fithra menambahkan pencapaian target 8% bukan hanya sekadar angka. Target ini merupakan langkah strategis untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah dan memanfaatkan potensi bonus demografi hingga 2038.
"Setiap langkah harus dirancang untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat dan menciptakan lapangan kerja." Oleh karena itu, kebijakan ekonomi harus selalu mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat luas.
Sebagai penutup, Fithra menegaskan pentingnya pendekatan yang komprehensif dalam kebijakan ekonomi. Dengan strategi yang tepat dan dukungan dari semua pihak, termasuk memperkuat hubungan diplomatik, Indonesia dapat mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.
Dengan kata lain, memiliki banyak teman internasional akan lebih menguntungkan daripada memiliki satu musuh, sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi dan pertumbuhan ekonomi.