Siswi SMK di Bandung Barat Dibully Hingga Meninggal

Ilustrasi. Medcom.id

Siswi SMK di Bandung Barat Dibully Hingga Meninggal

Media Indonesia • 10 June 2024 21:13

Bandung: Sebuah kejadian memilukan dunia pendidikan terjadi di sebuah sekolah menengah kejuruan (SMK) di Kabupaten Bandung Barat. Seorang siswi di sekolah tersebut menjadi korban aksi bullying hingga mengalami gangguan kejiwaan dan meninggal. Tindak perundungan itu terkuak setelah viral di media sosial X atau Twitter yang diunggah akun @jissookkiim.

"KASUS PEMBULLY-AN YANG DILAKUKAN OLEH SALAH SATU SISWI SMK KESEHATAN DI BANDUNG BARAT YANG MENGAKIBATKAN KORBAN MENINGGAL DUNIA," tulis akun X jissookkiim.
 

Baca: 

Anak Lulusan SD di Jepara Diduga Dicabuli 10 Pria Hingga Hamil

 
Berdasarkan penulusuran, korban bernama Nabila Fitri Nuraini, 18, siswa kelas 3 SMK yang tinggal di Kampung Centeng, RT 05 RW 07 Desa Cihanjuang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Ditemui di rumahnya, Siti Aminah, 42, ibu korban mengatakan Tindakan bullying terhadap anaknya diduga dilakukan oleh salah seorang teman kelasnya di SMK. Korban mengalami kekerasan psikis selama 3 tahun.

Nabila menerima berbagai bentuk bullying mulai dari hinaan, cacian, dipaksa mengerjakan tugas sekolah, hingga diminta menggendong dari toilet ke ruang kelas.

"Kami sudah curiga sejak Nabila duduk di bangku kelas 2 SMK setelah salah seorang temannya melaporkan. Setelah ditanyakan ke anaknya, tapi ia meminta tidak meributkannya," jelas Siti, Senin, 10 Juni 2024.

Ia menuturkan dugaan tindakan bullying terhadap Nabila semakin menjadi hingga puncaknya terjadi saat kegiatan praktik kerja lapangan (PKL) pada November 2023. Waktu itu, ia dipaksa oleh pelaku untuk memasak nasi padahal sedang tidur.

"Lagi-lagi anak saya enggak mau membesar-besarkan kasus karena ingin tetap sekolah dan gak ada musuh," ungkapnya.

Pada bulan lalu, Siti melanjutkan, Nabila mendatanginya dan memeluk sambal mengeluh capek sekaligus bersyukur karena ia akan segera lulus. Ia bersyukur karena tidak akan mendapatkan tekanan psikis dan bullying lagi di sekolah.

"Sebelum pagelaran kelulusan akan dilaksanakan, sekitar tanggal 8 Mei Nabila mengeluh kepada saya," ucapnya.

Namun setelah itu, kondisi kesehatan anaknya menurun, Nabila sering terlihat murung, marah-marah, hingga berontak. Takut kejadian apa-apa, pihak keluarga membawanya ke salah satu klinik untuk mendapat pemeriksaan dan pengobatan.

"Pihak dokter memvonis Nabila mengalami gangguan kejiwaan hingga harus dirujuk ke salah satu Rumah Sakit Jiwa. Tapi setelah dilakukan berbagai pengobatan, dia gak mengalami perubahan. Hingga akhirnya pada Kamis tanggal 30 Mei, anak saya meninggal dunia," tuturnya.

Setelah kejadian ini, pihak keluarga meminta tindakan pelaku diusut tuntas. Siti mengaku, tidak pernah mengunggah insiden yang menimpa anaknya di media sosial hingga akhirnya viral.

"Kami sudah ikhlaskan kepergian anak kami. Hanya untuk tindak pelaku harus diusut tuntas agar gak ada lagi korban serupa," jelasnya.

Sementara hingga berita ini diturunkan belum ada konfirmasi baik dari pihak sekolah maupun kepolisian terkait kasus perundungan yang menyebabkan korban meninggal dunia.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bandung Barat, Dian Dermawan, menyatakan sangat miris dengan kasus yang terjadi, apalagi menimpa korban selama 3 tahun atau sejak ia bersekolah di SMK tersebut.

"Disaat hampir semua satuan pendidikan perang terhadap perundungan, ternyata masih saja terjadi kasus tersebut," kata Dian saat dihubungi.

Pihaknya akan secepatnya menggali keterangan kepada pihak sekolah meski pelaku dan korban sama-sama sudah lulus SMK. Berdasarkan informasi, tempat tinggal pelaku dan korban pun tidak begitu jauh dari lokasi sekolah.

"Jadi korban dan pelaku ini bisa dikatakan masih tinggal satu desa, nanti coba kami cari informasi lebih jelas, termasuk ke pihak sekolahnya, apakah selama ini mereka mengetahui kejadian tersebut, bila mengetahui, apakah sudah ada tindakan yang dilakukan sekolah," jelas Dian.

Menurut dia, kasus yang menimpa korban berlangsung sangat lama sehingga cukup aneh jika sekolah tidak mengetahui kasus tersebut. "Keluarga terduga pelaku apakah tidak tahu juga, ataukah ada pembiaran," ucapnya.

Ia menyerahkan dugaan kasus itu kepada pihak berwajib, terlepas dari apakah pelaku masih dibawah umur atau sudah diatas 17 tahun. Dengan adanya kasus yang mencoreng dunia pendidikan di KBB, ia berharap peran sekolah dan orang tua bisa memantau aktivitas putra putrinya.

"KPAI mendorong tiap satuan pendidikan lebih fokus dalam Tindakan pencegahan perundungan, pihak keluarga juga harus lebih berperan aktif dalam memantau pergaulan anak-anaknya," beber Dian.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Deny Irwanto)