Yoon Suk Yeol ditetapkan sebagai pemimpin pemberontakan Korea Selatan. (Anadolu)
Marcheilla Ariesta • 26 January 2025 19:55
Seoul: Jaksa Korea Selatan mendakwa Presiden Yoon Suk-yeol yang dimakzulkan atas tuduhan memimpin pemberontakan dengan penerapan darurat militer yang berlangsung singkat pada 3 Desember.
"Jaksa telah memutuskan untuk mendakwa Yoon Suk-yeol, yang menghadapi tuduhan sebagai pemimpin pemberontakan," kata juru bicara Partai Demokrat Han Min-soo dalam konferensi pers pada Minggu, 26 Januari 2025.
"Hukuman bagi pemimpin pemberontakan akhirnya dimulai,” imbuh jaksa, dikutip dari Al Jazeera.
Pemberontakan adalah salah satu dari sedikit tuduhan pidana yang tidak dapat dikenai kekebalan hukum kepada presiden Korea Selatan. Pemberontakan dapat dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati, meskipun Korea Selatan belum pernah mengeksekusi siapa pun selama beberapa dekade.
Penyelidik antikorupsi minggu lalu merekomendasikan untuk mendakwa Yoon yang dipenjara, yang dimakzulkan oleh parlemen dan diskors dari tugasnya atas insiden tersebut.
Pengacara Yoon telah mendesak jaksa untuk segera membebaskannya dari apa yang mereka sebut penahanan ilegal.
Dalam penyelidikan kriminal, ia telah ditahan sejak menjadi presiden pertama yang ditangkap pada 15 Januari.
Yoon dan pengacaranya berargumen di sidang Mahkamah Konstitusi minggu lalu dalam persidangan pemakzulannya bahwa ia tidak pernah bermaksud untuk memberlakukan darurat militer sepenuhnya, tetapi hanya bermaksud tindakan tersebut sebagai peringatan untuk memecah kebuntuan politik.
Sejalan dengan proses pidananya, pengadilan tinggi akan menentukan apakah akan mencopot Yoon dari jabatannya atau mengembalikan kekuasaan kepresidenannya, dengan waktu 180 hari untuk memutuskan.
Parlemen yang dipimpin oposisi Korea Selatan memakzulkan Yoon pada 14 Desember, menjadikannya presiden konservatif kedua yang dimakzulkan di negara tersebut.
Yoon mencabut darurat militernya setelah sekitar enam jam setelah legislator dari partai oposisi utama, yang berhadapan dengan tentara di parlemen, menolak keputusan tersebut.
Tentara yang dilengkapi dengan senapan, pelindung tubuh, dan peralatan penglihatan malam terlihat memasuki gedung parlemen melalui jendela yang pecah selama konfrontasi dramatis tersebut.