Podium Media Indonesia: Whoosh, Wes..Ewes..Ewes

Dewan Redaksi Media Group Jaka Budi Santosa/Media Indonesia/Ebet

Podium Media Indonesia: Whoosh, Wes..Ewes..Ewes

Media Indonesia • 6 November 2025 07:05

PENYELESAIAN sengkarut proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung atau Whoosh bak pepatah layu sebelum berkembang. Oleh sebagian publik, proyek mercusuar di era Jokowi itu sarat masalah. Namun, oleh presiden saat ini, Pak Prabowo, dianggap tak ada masalah. Dia mengambil alih tanggung jawab sembari meminta rakyat tak perlu ribut-ribut.

Whoosh kembali mendapat atensi tinggi setelah menteri keuangan yang baru, Purbaya 'Koboi' Yudhi Sadewa, beberapa waktu lalu menyatakan ogah membayar utang proyek itu dari APBN. Pro dan kontra pun mengemuka. Perang pendapat menguat. Persoalan lama Whoosh kembali ditelanjangi.

Ada keyakinan proyek raksasa itu di-mark up dengan biaya beberapa kali lipat. Kalau ada mark up, berarti ada pelanggaran hukum. Ia masuk rumpun korupsi yang merugikan negara.

Belum lagi perihal utang gila-gilaan. Dalam laporan keuangan per 30 Juni 2025 saja, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) rugi sebesar Rp4,195 triliun sepanjang 2024. PT PSBI ialah perusahaan patungan empat BUMN (PT Wijaya Karya, PT Kereta Api Indonesia/KAI, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara VIII) pemegang saham 60% di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Kerugian itu terus berlanjut.

Banyak pihak yang sudah jauh-jauh hari mengkritisi Whoosh. Mendiang ekonom Faisal Basri, misalnya, menyebut bahwa proyek itu proyek ngaco. Dia berujar, Whoosh baru bisa balik modal setelah 139 tahun beroperasi.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio tak kalah keras. Dia mengaku pernah mengingatkan langsung kepada Jokowi tentang ketidaklayakan proyek tersebut. Direktur Utama PT KAI Bobby Rasidin pun pernah bilang Whoosh sebagai bom waktu.

Nasi menjadi kerak. Whoosh sudah beroperasi dan konsisten rugi. Namun, kalau kemudian publik mempersoalkannya lagi, kiranya sah-sah saja. Kalau kemudian adanya dugaan penyelewengan kembali dicuatkan dan muncul desakan agar penegak hukum mengusut penyelewengan itu, wajar-wajar juga.

Ada harapan kuat Whoosh diusut tuntas. Ada keinginan besar supaya orang-orang di balik proyek yang dianggap ugal-ugalan itu ditindak. Entah menteri, pembisik presiden, atau presiden sendiri. Sayang, pernyataan Presiden Prabowo pada Selasa (4/11) saat meresmikan Stasiun Tanah Abang kiranya meredupkan asa dan keinginan itu. Dia mengaku sudah mempelajari permasalahan Whoosh. Kata dia tidak ada masalah. Dia malah menyoal kenapa ada ribut-ribut soal Whoosh.

Pak Prabowo menegaskan dirinya dan pemerintah mengambil alih tanggung jawab pembayaran utang Whoosh. Per tahun sebesar Rp1,2 triliun. Uangnya dari mana? Pengembalian kerugian negara dari para koruptor.

Dia lantas mengingatkan, Whoosh bukan sekadar utang atau kerugian yang menjadi beban negara. Lebih dari itu, di dalamnya ada manfaat besar. Mengurangi macet, amsalnya. Mengurangi polusi dan mempercepat waktu perjalanan, umpamanya. Perihal transportasi publik, jangan bicara untung rugi. Di semua negara sama. Sama persis seperti yang diungkapkan Jokowi beberapa hari lalu.

"Dan ini ingat, ya, ini simbol kerja sama kita dengan Tiongkok. Jadi, sudahlah, saya sudah katakan, presiden Republik Indonesia yang ambil alih tanggung jawab. Jadi tidak usah ribut. Kita mampu dan kita kuat," begitu ujar Pak Presiden.

Mengambil alih permasalahan peninggalan presiden sebelumnya memang tanggung jawab presiden. Ibaratnya mencuci piring kotor. Utang Whoosh ialah utang Indonesia meski ia datang dari ambisi pribadi. Kendati konsorsium BUMN yang menanggung, tetap saja negara, rakyat, yang ketiban sial. Mau tidak mau. Suka tidak suka. Kita tentu tak ingin dicap sebagai negara pengemplang utang atau dituntut oleh pemberi utang, atau di-blacklist, masuk daftar hitam utang piutang.

Mengambil alih tanggung jawab utang Whoosh kemestian buat Pak Prabowo. Akan tetapi, menyebut Whoosh tidak ada masalah kiranya anggapan yang salah. Whoosh bermasalah sejak awal. Ia menjadi soal ketika Presiden Jokowi tetiba mengalihkan proyek kereta cepat dari Jepang yang sudah lama melakukan studi kelayakan ke Tiongkok. Ia memendam masalah tatkala Jokowi ingkar janji dari yang tadinya tak akan menggunakan uang rakyat kenyataannya makan duit APBN juga. Belum lagi biaya yang membengkak parah.

Bukankah Luhut Pandjaitan baru saja mengatakan bahwa Whoosh busuk sejak awal? Masuk akalkah ia berubah menjadi wangi? Jelas tidak. Buktinya ia meninggalkan kesulitan untuk negara, buat rakyat. Haruskah biang dari semua itu dibiarkan lepas dari tanggung jawab? Jelas tidak.

KPK katanya sudah melakukan penyelidikan soal kemungkinan adanya tindak pidana korupsi di Whoosh. Konon, sejumlah orang telah dimintai keterangan. Saya sempat berharap Pak Prabowo mengumumkan langsung dukungannya kepada KPK. Soal utang biar negara yang tanggung, tapi penegakan hukum jalan terus. Begitu kira-kira.

Akan tetapi, kata-kata itu tak terucap. Dia justru menekankan bahwa tak ada masalah di Whoosh.

Dewan Redaksi Media Group Jaka Budi Santosa/Media Indonesia/Ebet

Saya khawatir, sungguh khawatir, pernyataan itu akan dimaknai penegak hukum sebagai pesan untuk tak mencari-cari masalah di Whoosh. Kalau itu yang terjadi, harapan publik agar perkara Whoosh diungkap tuntas akan wes..ewes..ewes bablas terbawa angin.

Tokoh-tokoh besar dunia, seperti Nelson Mandela dari Afrika Selatan, Mahatma Gandhi (India), dan Martin Luther King Jr (AS), pernah bilang tugas pemimpin ialah memelihara dan mewujudkan harapan rakyat. Sayang, dalam kasus Whoosh, pemimpin kita belum seperti itu.

(Dewan Redaksi Media Group Jaka Budi Santosa)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Sholahadhin Azhar)