Lokasi penembakan di Gereja Minneapolis, Amerika Serikat. Foto: The New York Times
Muhammad Reyhansyah • 29 August 2025 18:15
Minneapolis: Polisi Minneapolis, Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa pelaku penembakan yang menewaskan dua murid sekolah Katolik dan melukai lebih dari belasan orang lainnya dipenuhi kebencian dan mengagumi para pembunuh massal.
Pelaku, Robin Westman, pria berusia 23 tahun ini menembakkan 116 peluru dari senapan melalui jendela kaca patri saat para murid merayakan Misa di minggu pertama tahun ajaran baru di Annunciation Catholic School.
Mengutip dari Euro News, Jumat, 29 Agustus 2025, Kepala Polisi Minneapolis, Brian O’Hara, menyebut Westman pernah bersekolah di tempat yang sama dan “terobsesi dengan gagasan membunuh anak-anak.”
Menurut Penjabat Jaksa Amerika Serikat (AS) Joe Thompson, catatan dan video yang ditinggalkan pelaku menunjukkan kebencian terhadap hampir semua kelompok sosial. “Satu-satunya kelompok yang tidak ia benci adalah para pembunuh massal,” kata Thompson.
Investigasi menemukan ratusan barang bukti dari lokasi kejadian serta tiga rumah terkait pelaku. Meski tidak ada senjata tambahan ditemukan, polisi menyebut Westman memiliki “fascinasi sakit” terhadap penembakan massal.
Pelaku yang juga membawa senapan, shotgun, dan pistol akhirnya tewas bunuh diri. Dua korban jiwa adalah Fletcher Merkel dan Harper Moyski.
Ayah Fletcher, Jesse, dengan suara bergetar berkata: “Kami tak akan pernah lagi bisa memeluknya, berbicara dengannya, bermain bersamanya, atau melihatnya tumbuh menjadi pemuda hebat yang seharusnya ia jalani.”
Orang tua Harper, Michael Moyski dan Jackie Flavin, menyebut putri mereka sebagai anak yang ceria dan cerdas.
“Sebagai keluarga, kami hancur. Kata-kata tak bisa menggambarkan kedalaman luka kami.”
Mereka berharap tragedi ini mendorong pemimpin AS untuk mengambil langkah nyata menangani kekerasan senjata dan krisis kesehatan mental.
Pejabat kota melaporkan 15 anak berusia 6–15 tahun turut terluka, bersama tiga jemaat lanjut usia. Satu anak masih dalam kondisi kritis. Kepala Polisi O’Hara menegaskan, “Tidak ada bukti yang dapat benar-benar menjelaskan tragedi sekejam ini.”