Rencana Evaluasi Penempatan Perwira di Jabatan Sipil Dinilai Terlambat

Ilustrasi. MI/Adi Maulana Ibrahim.

Rencana Evaluasi Penempatan Perwira di Jabatan Sipil Dinilai Terlambat

Media Indonesia • 3 August 2023 02:01

Jakarta: Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengevaluasi penempatan perwira TNI aktif dalam sejumlah jabatan sipil terlambat. Khairul mengaku sudah lama menyuarakan pengawasan penempatan perwira di jabatan sipil. 

"Ya meskipun baik, saya kira rencana evaluasi itu adalah sebuah agenda yang datangnya sedikit terlambat," kata Khairul kepada Media Indonesia, Rabu, 2 Agustus 2023.

Khairul menuturkan secara normatif dwifungsi memang sudah dihapus seiring reformasi dan berlakunya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Namun pada kenyataannya, praktik-praktik pelibatan TNI dalam urusan-urusan sipil memang tak sepenuhnya dapat ditiadakan. Pasalnya, ada sejumlah urusan pemerintahan yang ternyata masih memerlukan kehadiran prajurit aktif, dengan berbagai urgensi.

"Nah ini semestinya dilakukan dengan mekanisme yang ketat dan terkendali," ungkap dia.

Merujuk Pasal 47 UU TNI, ada batasan yang jelas mengenai penempatan prajurit pada jabatan sipil. Ayat 1, misalnya, tegas menyatakan bahwa pada dasarnya prajurit tidak boleh memegang jabatan sipil kecuali dia mengundurkan diri atau pensiun.

"Kemudian ayat 2 memberi afirmasi. Ada sejumlah kementerian dan lembaga yang dibolehkan untuk diisi prajurit aktif. Terutama karena urusannya dinilai berkaitan, beririsan atau membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif," paparnya.

Beleid itu juga dinilai mengatur jelas kementerian dan lembaga mana saja yang boleh ditempati perwira TNI aktif. Namun belakangan, karena kebutuhan dan amanat undang-undang, terbentuklah sejumlah lembaga baru, perubahan nomenklatur lembaga maupun penambahan unit kerja lembaga yang urusannya beririsan dengan tugas dan fungsi TNI. Akibatnya, Pasal 47 tidak lagi memadai sebagai alas hukum penempatan prajurit.

Guna mengatasi masalah, pemerintah memayungi melalui sejumlah peraturan di bawah UU. Namun, kata Khairul, seharusnya hanya bersifat sementara. Sehingga, perubahan Pasal 47 menjadi salah satu yang harus dilakukan dalam kerangka perubahan UU 34 Tahun 2004 tentang TNI.

"Sayangnya, alih-alih dibatasi, kecenderungannya bahkan menguat dan melebar terutama dalam satu dekade terakhir," paparnya.

Khairul mengatakan penempatan itu sebagian besar berasal dari permintaan menteri atau pimpinan lembaga yang kemudian disetujui oleh pimpinan TNI. Jadi, bukan bermula dari keinginan TNI.

"Pimpinan TNI tentu saja tidak atau sulit akan menolak permintaan dan selalu antusias memberi dukungan pada penyelenggaraan negara dan pemerintahan," tuturnya.

Beberapa di antara permintaan itu, datang dengan alasan yang cukup memadai. Namun, banyak juga yang datang dengan alasan yang kurang relevan. Contohnya, kta dia, penempatan Staf Khusus Menteri yang berasal dari TNI di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan nomenklatur jabatan yang mengada-ada.

"Sekali lagi, kita harus mengapresiasi jika Presiden sudah menyadari pentingnya evaluasi dilakukan. Tentu evaluasi nantinya harus dilakukan secara komprehensif. Inventarisir permasalahannya, mana yang sesuai ketentuan dan mana yang tidak sesuai," ungkapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)