Banjir akibat hujan deras di kota Cheongju, Korea Selatan. (Anadolu Agency)
Seoul: Cuaca ekstrem yang membawa hujan deras di Korea Selatan sejak Rabu, 16 Juli, telah menewaskan sedikitnya 18 orang dan membuat sembilan lainnya dinyatakan hilang, menurut laporan otoritas setempat pada Senin, 21 Juli 2025. Pemerintah telah mencabut peringatan hujan deras, sementara Badan Meteorologi Korea (KMA) memperingatkan potensi gelombang panas di wilayah selatan negara tersebut.
Hujan deras selama lima hari menjadi salah satu yang terparah dalam catatan curah hujan per jam di wilayah tengah dan selatan Korea Selatan. Bencana ini menyebabkan runtuhnya rumah-rumah, tanah longsor, serta banjir bandang yang menyeret kendaraan dan tenda-tenda warga.
Laporan Kementerian Dalam Negeri dan Keamanan Korea Selatan dan dikutip Al Jazeera, Selasa, 22 Juli 2025, menyatakan sedikitnya 10 korban jiwa berasal dari Kabupaten Sancheong di selatan, dengan empat lainnya masih hilang di wilayah yang sama.
Di kota Gapyeong, timur laut Seoul, satu orang meninggal dunia akibat rumahnya runtuh, sementara seorang pria yang sedang berkemah di dekat sungai ditemukan tewas setelah terseret arus deras.
Media lokal JoongAng Daily melaporkan bahwa istri dan anak remaja pria tersebut masih belum ditemukan. Selain itu, dua orang lainnya, termasuk pria berusia 70-an tahun yang terkubur dalam longsor, masih dinyatakan hilang di kota yang sama.
Bencana ini juga memaksa lebih dari 14.000 warga di 15 kota dan provinsi untuk mengungsi. Kantor berita Yonhap mencatat sebanyak 1.999 insiden kerusakan terjadi pada fasilitas publik, dan 2.238 kerusakan tercatat pada rumah serta bangunan milik warga.
Militer Turun Tangan
Sebagai respons terhadap bencana tersebut, militer Korea Selatan mengerahkan sekitar 2.500 personel ke Kota Gwangju serta Provinsi Chungcheong Selatan dan Gyeongsang Selatan untuk membantu proses pemulihan. Para prajurit akan membantu memperbaiki rumah dan toko yang terdampak.
Hannah June Kim, dosen di Program Pascasarjana Studi Internasional Universitas Sogang di Seoul, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa masyarakat banyak yang tidak siap menghadapi cuaca ekstrem ini.
"Banyak orang lengah karena musim hujan datang lebih lambat dari perkiraan tahun ini," ujarnya.
"Awalnya diperkirakan musim hujan tidak akan terjadi musim panas ini. Jadi, ketika hujan deras mulai turun minggu lalu, banyak daerah lokal tidak siap," tambahnya.
Ia juga menyoroti bahwa fenomena ini menunjukkan dampak nyata dari perubahan iklim yang semakin mempengaruhi berbagai wilayah.
Ancaman Cuaca Ekstrem Berlanjut
KMA memperkirakan hujan masih akan turun di wilayah selatan pada Senin, namun memperingatkan bahwa gelombang panas akan segera menyusul. Mengutip laporan JoongAng Daily, peringatan suhu ekstrem telah dikeluarkan untuk beberapa bagian Jeolla Selatan, pesisir timur Gangwon, serta Pulau Jeju.
"Mulai 24 Juli, suhu terendah di pagi hari diperkirakan antara 23 hingga 26 derajat Celsius, dan suhu tertinggi siang hari berkisar antara 30 hingga 35 derajat Celsius," demikian pernyataan KMA.
Suhu tersebut lebih tinggi dibandingkan rata-rata musim ini yang berkisar 22 hingga 25 derajat Celsius di pagi hari dan 29 hingga 33 derajat Celsius pada siang hari.
Para ilmuwan menyatakan bahwa perubahan iklim telah meningkatkan frekuensi dan intensitas peristiwa cuaca ekstrem secara global. Pada tahun 2022, Korea Selatan juga mengalami banjir besar yang menewaskan sedikitnya 11 orang, termasuk tiga warga yang terperangkap di apartemen semi-basement di Seoul—jenis hunian yang menjadi sorotan internasional lewat film peraih Oscar, Parasite.
Pemerintah saat itu menyebut hujan yang turun sebagai yang terderas sejak pencatatan dimulai, dan kembali menegaskan bahwa perubahan iklim menjadi penyebab utama cuaca ekstrem tersebut. (
Muhammad Reyhansyah)
Baca juga:
Korban Tewas Cuaca Ekstrem di Korea Selatan Jadi 17 Orang, 11 Masih Hilang