Ilustrasi produk impor dari Tiongkok. Foto: Unsplash.
Jakarta: Pemerintah tengah membangga-banggakan diri terhadap daya saing industri yang memiliki daya resiliensi terhadap gejolak dampak ekonomi global. Padahal di sisi lain, produk impor murah masih membanjiri pasar domestik.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyebutkan, industri pengolahan nonmigas mengalami peningkatan dalam kontribusinya terhadap perekonomian nasional, yang tercermin dari catatan pada triwulan I-2025 sebesar 17,50 persen.
Capaian ini naik dibanding periode yang sama pada 2024 sebesar 17,47 persen, dan lebih tinggi dari sumbangsih sepanjang 2024 yang berada di angka 17,16 persen.
Begitu juga dengan dibandingkan dengan triwulan II-2022 pascacovid 19 melanda Indonesia, kontribusi ekonomi industri pengolahan nonmigas memiliki tren meningkat sampai dengan triwulan I-2025 ini.
(Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita. Foto: dok Biro Humas Kemenperin)
Genjot nilai tambah bahan baku lokal
Soal kondisi masih banjirnya produk impor murah, kata Agus, salah satu strategi utama yang terus dipacu untuk lebih menguatkan rantai pasok dan meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri. Antara lain melalui kebijakan hilirisasi industri dan optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) yang diwujudkan dalam kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
"Kami telah memulai reformasi kebijakan TKDN sejak awal Januari 2025 lalu. Hal ini menjadi krusial untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor, dan penciptaan lapangan kerja," ucap Agus dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 7 Mei 2025.
Selain itu, lanjut Menperin, hilirisasi adalah kunci untuk mengubah paradigma ekonomi berbasis komoditas mentah menjadi produk yang bernilai tambah tinggi. Kebijakan ini terbukti memberikan efek yang luas bagi perekonomian nasional di antaranya membuka lapangan kerja, memperluas investasi, dan meningkatkan nilai ekspor.
"Dengan kombinasi kebijakan hilirisasi, peningkatan
TKDN, serta transformasi industri berbasis teknologi dan riset, kami optimistis kinerja dan kontribusi ekonomi sektor industri manufaktur akan terus meningkat dan menjadi fondasi utama bagi pertumbuhan ekonomi nasional berkelanjutan," tuturnya.
Bahkan, menurut data World Bank, terjadinya peningkatan Manufacturing Value Added (MVA) juga turut berdampak pada posisi Indonesia masuk ke dalam negara manufaktur global. Pada 2023, Indonesia berhasil masuk di posisi 12 besar dalam Manufacturing Countries by Value Added di dunia.
"Tren MVA selalu naik sejak 2019-2023 kecuali pada masa pandemi covid-19 melanda Indonesia. Untuk terus memacu value added ini perlu kebijakan yang strategis, pro-bisnis dan pro-investasi sehingga industri manufaktur kita semakin berdaya saing di kancah global," kata Agus bangga.