Cerobong Asap Terpasang di Kapel Sistina Jelang Konklaf di Vatikan

Petugas pemadam memasang cerobong asap jelang konklaf. Foto: Vatican News

Cerobong Asap Terpasang di Kapel Sistina Jelang Konklaf di Vatikan

Fajar Nugraha • 5 May 2025 13:05

Vatikan City: Persiapan pemilihan Paus baru memasuki tahap krusial setelah pemadam kebakaran Vatikan memasang cerobong asap sementara di atap Kapel Sistina pada 2 Mei lalu. Cerobong ini akan menjadi penanda utama proses konklaf pekan depan, di mana 133 kardinal akan berkumpul untuk memilih penerus Takhta Suci Vatikan.

Cerobong tersebut akan mengeluarkan asap hitam jika belum ada hasil, dan asap putih bila telah terpilih seorang paus. Instalasi ini menjadi simbol penting dari proses konklaf yang sepenuhnya bersifat rahasia.

“Kapel Sistina akan benar-benar terisolasi selama konklaf. Hanya para kardinal dan staf tertentu yang boleh masuk, dan semua bersumpah menjaga rahasia seumur hidup,” ujar Luciano Gagliano, manajer senior di Museum Vatikan, seperti dikutip Catholic Herald, Senin 5 Mei 2025.

Selain pemasangan cerobong, Kapel Sistina juga tengah disterilkan dari alat komunikasi dan penyadapan oleh Garda Swiss dan Gendarmerie Vatikan. Perabotan seperti kursi dan meja telah dipasang, sementara dua tungku pembakaran, satu dari tahun 1939 dan satu lagi dari 2005 ikut disiapkan untuk membakar surat suara dan kartrid penghasil asap.

Konklaf akan dimulai pada Rabu, 7 Mei, dengan empat putaran pemungutan suara setiap hari mulai Kamis: dua pagi dan dua sore. Pemungutan suara dilakukan dalam bahasa Latin, di mana setiap kardinal menulis nama calon pilihannya. Dibutuhkan mayoritas dua pertiga untuk memilih Paus baru.

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam pembacaan warna asap, kartrid kimia digunakan: asap hitam dihasilkan dari kalium perklorat, antrasena, dan belerang, sementara asap putih berasal dari kalium klorat, laktosa, dan resin kloroform.

Dari total 133 kardinal yang memiliki hak suara (berusia di bawah 80 tahun), 80 persen merupakan penunjukan langsung dari Paus Fransiskus. Rata-rata usia para pemilih adalah 70 tahun, dengan beberapa kardinal berusia di bawah 55 tahun, seperti Kardinal Mykola Bychok (45) dari Melbourne dan Kardinal Giorgio Marengo (50) dari Mongolia.

Komposisi geografis pemilih juga berubah signifikan dibandingkan dua konklaf sebelumnya. Tahun ini, hanya 43 persen berasal dari Eropa (turun dari 51 persen), sementara representasi dari Amerika Latin meningkat menjadi 18 persen, Asia-Pasifik 16 persen, dan Afrika serta Timur Tengah 14 persen. Amerika Utara kini hanya menyumbang 9 persen.

Berbeda dengan dua konklaf sebelumnya yang berlangsung cepat, kali ini durasi pemilihan bisa lebih panjang. Selain karena jumlah kardinal yang lebih besar, terdapat perbedaan tajam soal arah Gereja pasca-Fransiskus. 

Dalam delapan hari pertemuan umum sebelum konklaf, beberapa kardinal konservatif mengkritik warisan Paus Fransiskus, terutama soal sinodalitas dan fokus evangelisasi. Namun, suara lain justru mendesak kelanjutan semangat reformasi yang telah digagas pemimpin asal Argentina tersebut.

Dengan komposisi yang lebih muda dan lebih global, konklaf kali ini diyakini bukan hanya tentang siapa yang akan menjadi paus berikutnya, tetapi juga tentang arah dan wajah Gereja Katolik ke depan di tengah dinamika dunia yang terus berubah.


(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)