Investor JCC Tunduk pada Ketentuan yang Berlaku

Ilustrasi. Foto: JCC Senayan.

Investor JCC Tunduk pada Ketentuan yang Berlaku

Ade Hapsari Lestarini • 8 January 2025 16:18

Jakarta: Jakarta Convention Center (JCC) yang berada dalam blok 14 Gelora Bung Karno (GBK) bertransformasi sebagai MICE Destination di Indonesia. Selain itu, JCC juga menjadi market leader di bidang MICE yang banyak menyelenggarakan event bertaraf nasional maupun internasional.

Namun demikian, sebagai investor sekaligus pengelola Jakarta Convention Center (JCC), PT Graha Sidang Pratama (GSP) kini tidak bisa menjalankan kontrak-kontrak dengan klien dan mitra bisnis yang sudah diteken sebelum kontrak berakhir pada 21 Oktober 2024.

Sejak pekan lalu, sejumlah akses menuju JCC telah ditutup dan pintu menuju ruang-ruang pertemuan digembok oleh pengurus dari Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK). Tindakan penutupan akses dan gembok pintu tersebut tanpa disertai surat perintah maupun keputusan pengadilan sebagaimana prosedur terhadap objek sengketa.

"Semua yang dijalankan PT GSP ini adalah kontrak lama, karena banyak klien dan mitra bisnis yang melakukan kegiatan berulang. Makanya sejak 2022 dan juga Maret 2024, PT GSP sudah memasukkan penawaran perpanjangan kerja sama sebagaimana perjanjian 1991, tetapi tidak ditanggapi PPKGBK. Selama 30 tahun lebih mengelola JCC kami selalu patuh dan tunduk pada ketentuan yang berlaku," jelas Kuasa Hukum PT GSP Amir Syamsudin, usai persidangan pembacaan gugatan PT GSP kepada PPKGBK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 7 Januari 2025.

Amir mengatakan, perjanjian kerja sama BOT tersebut berakhir pada 21 Oktober 2024. Namun pihaknya telah mengajukan surat permohonan perpanjangan perjanjian kerja sama tersebut sejak 26 April 2022 untuk 15 tahun lagi sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Perjanjian Kerjasama tersebut. Namun atas permohonan perpanjangan tersebut, PPKGBK menyatakan tidak akan memperpajangnya dan akan mengelola sendiri.

Menurut Amir, alasan PPKGBK tidak memperpanjang kontrak kerja sama dengan PT GSP tidak beralasan hukum. Selain bertentangan dengan kontrak BOT dan Peraturan Menteri Keuangan tentang BLU, alasan PPKGBK akan mengoptimalisasi aset JCC tersebut tidak masuk akal. Sebab selama lebih dari 30 tahun, PT GSP telah berhasil melakukan optimalisasi pengelolaan aset dan memberikan setoran kepada kas negara yang cukup besar, dan memberikan efek ekonomi kepada pelaku usaha lainnya.

“Jadi penolakan perpanjangan kontrak oleh PPKGBK merupakan bentuk dari pemutusan kerja sama sepihak dan pelanggaran hukum," tegas Amir.

 

Baca juga: Investor dan Pengelola JCC Tegaskan Tunduk Pada Perjanjian Kerja Sama Tahun 1991

Bayar kerugian materil


Majelis hakim sidang gugatan PT GSP terhadap PPKGBK, meminta para pihak untuk dapat menahan diri dan tidak melakukan tindakan yang saling merugikan sampai persidangan selesai. Hal tersebut disampaikan hakim Herdiyanto Sutantyo saat memimpin sidang pembacaan gugatan PT GSP kepada PPKGBK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 7 Januari 2025.

"Kami mendukung dan menyampaikan apresiasi atas imbauan majelis hakim, karena faktanya saat ini masih terjadi sengketa atas klausul perjanjian 1991 yang ditandatangani para pihak. Tindakan pengambilalihan obyek sengketa secara paksa jelas merupakan pelanggaran hukum," tegas Amir.

Dalam gugatan hukum, PT GSP meminta PPKGBK untuk melakukan perpanjangan perjanjian kerja sama dengan syarat-syarat yang disepakati. Apabila perjanjian tidak diperpanjang, PPKGBK diminta untuk membayar kerugian materil dan immaterial kepada PT GSP sebesar Rp1,6 triliun.

"Nilai ini mencakup kerugian yang timbul akibat berakhirnya perjanjian secara sepihak dan potensi kehilangan pendapatan dari kontrak-kontrak yang telah berjalan hingga 2025," ungkap Amir.

Amir menegaskan PT GSP telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan kontrak kerja sama BOT selama lebih dari tiga dekade. Oleh karena itu, tindakan PPKGBK untuk mengakhiri pengelolaan secara sepihak tanpa memberikan ruang negosiasi atau perpanjangan dinilai tidak adil dan merugikan serta tidak sesuai dengan maksud dan tujuan awal dari kontrak BOT 1991.

Amir menyatakan keputusan Majelis Hakim dalam perkara ini akan menjadi langkah penting dalam menegakkan prinsip keadilan dan kepastian hukum, terutama dalam konteks kerja sama pengelolaan aset negara.

"Kami berharap Majelis Hakim memutuskan perkara ini secara adil dan menerima gugatan PT GSP untuk seluruhnya. Kami yakin bukti-bukti yang telah kami sampaikan secara jelas menunjukkan adanya tindakan yang melanggar hukum oleh pihak PPKGBK," jelas Amir.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Ade Hapsari Lestarini)