Kebaya dan Kain Nusantara Meriahkan Perayaan HUT ke-80 RI di San Francisco

Penampilan kebaya dan kain nusantara di perayaan HUT ke-80 RI di San Francisco, AS, 17 Agustus 2025. (KJRI San Francisco)

Kebaya dan Kain Nusantara Meriahkan Perayaan HUT ke-80 RI di San Francisco

Willy Haryono • 19 August 2025 15:29

San Francisco: Pagi hari di tanggal 17 Agustus 2025, Wisma Indonesia dipenuhi sekitar 300 masyarakat dan diaspora Indonesia yang hadir dalam Upacara Bendera memperingati 80 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Upacara yang dipimpin Konsul Jenderal yang baru tiba, Yohpy Ichsan Wardana, berlangsung dalam suasana khidmat.

Setelah upacara, panggung budaya menjadi sarana ekspresi diplomasi yang hidup. Bersama Komunitas Cinta Berkain Indonesia (KCBI) San Francisco, KJRI menampilkan peragaan kain tradisional/khas dari berbagai daerah di Indonesia, mulai kain khas daerah Sumateera (Aceh, Sumut, Sumbar, Sumsel, Lampung, dan Babel, sampai dengan Jawa Barat, Tengah, dan Timur, Bali, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Papua).

Busana yang ditampilkan mencerminkan warisan budaya mulai dari klasik hingga interpretasi kontemporer yang dikombinasikan dengan tenun dan batik dari berbagai pelosok nusantara.

Melalui kolaborasi ini, KJRI San Francisco dan KCBI menyampaikan narasi yang kuat: kain khas daerah bukan hanya busana, tapi simbol diplomasi kultural dan keterikatan diaspora terhadap identitas nasional. Momen ini bukan sekadar refleksi nasional, melainkan ibarat babak baru diplomasi budaya di perantauan, di mana sejarah dan identitas bangsa kembali dirayakan dengan semangat kolektif di tanah asing.

“Perayaan kemerdekaan di perantauan bukan hanya ajang simbolis. Ini adalah medium diplomasi budaya, tempat di mana warisan, seperti kain khas daerah, kebaya, menjadi bahasa universal yang membangun rasa cinta dan pengakuan bangsa lain terhadap Indonesia,” ucap Konjen Yohpy Ichsan Wardana, dalam keterangan tertulis KJRI San Francisco, Selasa, 19 Agustus 2025.

Ungkapan ini mempertegas bagaimana diplomasi bukan hanya tugas pemerintah, namun juga panggilan hati dari segenap warga diaspora sebagai duta budaya di perantauan.

Ketua KCBI San Francisco, Vevi Ibrahim, melengkapi dengan pernyataan yang penuh makna: “Bersama KJRI, kami bukan hanya memamerkan kebaya, kami menghidupkan cerita di balik setiap lipatan, setiap tenunan, setiap sulaman. Ini adalah narasi kolektif bangsa, yang berbicara dalam setiap langkah di panggung global.”

Pernyataan Yevi mengingatkan kembali bahwa setiap helai kain daerah membawa sejarah, cerita perempuan Nusantara, dan aspirasi kebhinekaan Indonesia.

Ann Stahl, seorang warga AS yang tinggal di San Jose, mengaku terpukau melihat penampilan kebaya ini.

“Saya baru pertama kali melihat kebaya dipadukan dengan tenun dari Papua – indahnya budaya Indonesia sungguh terasa mendunia,” tutur dia. Kata-kata ini menyoroti dampak diplomasi budaya yang berhasil menjembatani rasa kekaguman dan apresiasi terhadap keberagaman Indonesia dari perspektif internasional.

Diplomasi Budaya Indonesia

Konsul Penerangan Sosial Budaya, Mahmudin Nur Al-Gozaly, menutup refleksi tersebut: “Acara ini bukan sekadar peragaan busana – ia adalah potret diplomasi yang terus hidup. Kebaya di sini menjadi jembatan sejarah, bukan hanya fashion, dan setiap perempuan yang mengenakannya menjadi duta budaya.” Hal ini memperkuat gagasan bahwa diplomasi budaya dijalankan tidak hanya lewat narasi formal, tapi juga lewat simbol visual yang menyentuh publik.

Makna peringatan kemerdekaan ke-80 di era modern ini menjadi sangat strategis, terutama dalam konteks global. Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Kebudayaan, telah menempatkan diplomasi budaya sebagai alat soft power penting, dengan membuka pusat budaya luar negeri, memperkuat jejaring diaspora, dan mendorong partisipasi komunitas dalam memperkuat citra bangsa.

Diplomasi budaya bukan lagi monopoli pemerintah, melainkan ekosistem kolaboratif antara negara dan masyarakat diaspora yang menyatu dalam aspirasi negara-bangsa.

Pengakuan UNESCO terhadap kebaya, baik sebagai warisan budaya tak-benda yang multinasional (melibatkan beberapa negara di ASEAN) maupun sebagai kebaya versi tunggal Indonesia – menambah relevansi momen ini. Pada 4 Desember 2024, Kebaya dicatat dalam Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity sebagai simbol wilayah ASEAN yang melintasi etnis dan batas negara. Ini adalah bukti nyata bagaimana Pemerintah, bersama komponen masyarakat dan diaspora, mampu menerjemahkan simbol budaya menjadi diplomasi efektif dalam ranah internasional.

Selepas peragaan, diskusi informal pun mengalir. Para diaspora berbicara tentang visi ke depan: dari penyelenggaraan lokakarya batik dan tenun kepada generasi muda, program “Selasa Berkebaya” virtual, hingga pameran kolaboratif antara desainer Indonesia dan diaspora lintas generasi.

Ini menandai diplomasi budaya yang berkelanjutan, bukan hanya seremonial, dan berkembang menjadi jaringan kreatif berbasis komunitas, memperkuat jati diri sekaligus citra positif Indonesia di mata dunia.

Baca juga:  Diaspora Indonesia di Kanada hingga Polandia Antusias Rayakan HUT ke-80 RI

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Willy Haryono)