Pemberontak Etnis Klaim Kuasai 85 Persen Negara Bagian Chin di Myanmar

Tentara Myanmar kerap berhadapan dengan pemberontak di negara bagian Chin. (Anadolu Agency)

Pemberontak Etnis Klaim Kuasai 85 Persen Negara Bagian Chin di Myanmar

Willy Haryono • 24 December 2024 20:12

Chin: Kelompok pemberontak etnis Chin dan Rakhine mengklaim telah menguasai hingga 85 persen wilayah negara bagian Chin di Myanmar barat, dan berencana merebut satu kota penting lainnya dari tangan militer dalam waktu dekat. Pernyataan ini disampaikan seorang pejabat Chin pada Senin kemarin.

Perebutan wilayah di negara bagian Chin semakin intensif dalam beberapa bulan terakhir, seiring dengan upaya pemberontak mengusir pasukan junta Myanmar yang menduduki kawasan tersebut setelah kudeta militer pada Februari 2021.

Juru bicara Aliansi Persaudaraan Chin (CBA), Salai Yaw Mang, mengungkapkan kelompoknya saat ini menguasai Mindat, Matup, dan Kanpetlet, tiga dari sembilan kota di negara bagian Chin. Sementara itu, Pasukan Pertahanan Chinland (CDF) telah menguasai kota Tonzang.

Di sisi lain, Tentara Arakan (AA) dari etnis Rakhine menguasai kota kelima, Paletwa. Hal ini membuat kota-kota seperti Tidim, Thantlang, Hakha, dan Falam menjadi satu-satunya wilayah yang masih berada di bawah kendali junta militer.

Menurut Salai Yaw Mang, secara keseluruhan pemberontak kini menduduki 85% wilayah negara bagian Chin berdasarkan luas daratan. Ia menambahkan bahwa CBA memperkirakan Falam akan segera direbut.

“Saat ini, masih ada empat kota di bawah kendali junta, dan kami sedang melakukan serangan terhadap Falam,” ujarnya dalam konferensi pers, seperti dikutip dari Radio Free Asia, Selasa, 24 Desember 2024.

“Dapat dikatakan bahwa sekitar 80-85% negara bagian Chin telah sepenuhnya dibebaskan,” tambahnya.

CBA mengaku telah menguasai seluruh wilayah Falam, kecuali markas Batalion Infanteri 268 milik junta yang berada di pinggiran kota tersebut.

Perebutan Kanpetlet dan Mindat

Pernyataan Salai Yaw Mang muncul setelah CBA pada Minggu mengumumkan operasi perebutan Kanpetlet. Serangan tersebut memaksa pasukan junta melarikan diri, memungkinkan CBA mengambil alih kota, menurut laporan pasukan CDF di kawasan tersebut.

Salai Aung Lein, kepala CDF Kanpetlet, mengatakan pasukannya sedang mengejar tentara junta yang melarikan diri.

“Sebelum mengambil alih kota, kami mengepungnya selama lima bulan untuk secara sistematis melemahkan kekuatan mereka,” kata Salai Aung Lein kepada RFA Burmese. “Tepat ketika kami akan melancarkan serangan besar, mereka melarikan diri dari Kanpetlet. Kami sekarang sedang memburu mereka.” 

Ia menambahkan, pasukan CDF di Kanpetlet berhasil menyelamatkan seorang tentara junta yang tertembak dan ditangkap oleh rekan-rekannya sendiri saat mencoba melarikan diri. Selain itu, dua tahanan politik dan empat narapidana lainnya yang ditahan di kantor polisi kota juga dibebaskan.

Di sisi lain, CDF di Mindat baru-baru ini mengumumkan bahwa penduduk akan diizinkan kembali ke rumah mereka di Mindat dan Kanpetlet setelah ranjau darat dibersihkan dan kota-kota tersebut benar-benar aman.

Pekan lalu, pasukan CDF dan sekutunya berhasil merebut pangkalan militer, kantor polisi, dan kantor administrasi di Mindat, yang diserang sejak 9 November dalam operasi yang dikenal sebagai "Operasi CB." Dalam operasi tersebut, 123 tentara junta menyerah, dan 13 tahanan politik berhasil dibebaskan.

Kepala Staf CDF Mindat, Salai Thang Chune Pe, menyatakan bahwa pasukannya siap mempertahankan kota.

“Merebut sebuah kota memang mudah, tetapi mempertahankannya jauh lebih sulit,” ujarnya. “Kami memiliki rencana luas untuk rekonstruksi dan pembangunan... Kami bekerja keras untuk mengamankan kota dan memastikan tidak jatuh kembali ke tangan musuh.”

Penduduk Masih Mengungsi

Penduduk Mindat dan Kanpetlet melaporkan bahwa militer menjatuhkan bom di kedua kota tersebut pada Minggu.

CDF Mindat mengeluarkan pernyataan pada Senin, memperingatkan warga untuk menghindari kota karena serangan udara junta masih berlangsung.

Seorang warga yang mengungsi dari Mindat menyatakan keinginannya untuk segera kembali ke rumah.

“Kami menghadapi berbagai kesulitan sebagai pengungsi,” katanya, berbicara dalam kondisi anonim untuk menghindari balasan. “Jika memungkinkan, kami ingin segera pulang. Kami akan kembali besok jika kelompok bersenjata yang terkait mengizinkan.”

Upaya RFA untuk menghubungi juru bicara junta negara bagian Chin, Aung Cho, melalui telepon untuk mengomentari pertempuran tersebut tidak mendapatkan tanggapan.

Salai Yaw Mang mengatakan kepada RFA bahwa perebutan Mindat dan Kanpetlet akan membuka jalur perdagangan ke Bangladesh dan India, yang berbatasan dengan negara bagian Chin. Hal ini juga diyakini akan meningkatkan perekonomian lokal.

Ia menambahkan bahwa penguasaan kota-kota tersebut memiliki kepentingan strategis ketika kelompok pemberontak mulai mengalihkan perhatian mereka ke wilayah Magway yang berdekatan.

CBA menyatakan mereka berencana memperkuat hubungan dengan India setelah berhasil menguasai kota-kota di sepanjang perbatasan negara bagian Chin. (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Markas Junta Myanmar di Rakhine Jatuh ke Tangan Pemberontak

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)