Akademisi Soroti Sengketa Lahan Milik Wihara

Ilustrasi. Medcom

Akademisi Soroti Sengketa Lahan Milik Wihara

Media Indonesia • 16 August 2023 17:47

Jakarta: Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Wihara Amurva Bhumi di Jalan Dr Satrio, Jakarta Selatan, dinilai tidak adil. Sejumlah guru besar dan dosen dari berbagai perguruan tinggi akan menyampaikan Amici Curiae (semacam pendapat hukum) untuk disampaikan ke Pengadilan Tinggi Jakarta. 

Ada 31 akademisi yang akan menyampaikan Amici Curiae. Mereka tergabung dalam sejumlah perkumpulan, yakni Serikat Pengajar HAM Indonesia (Sepaham Indonesia), Asosiasi Filsafat Hukum Indonesia, Pusat Kajian Hukum dan Keadilan, Universitas Gajah Mada, Pusat Studi Hak Asasi Manusia, Universitas Brawijaya, Metajuridika, Fakuktas Hukum Universitas Mataram.

Amici Curiae yang ditandatangani pada 14 Agustus 2023 ini bertolak dari keluarnya putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 761/ pdt.g/2022/PN.J kt.Sel. Putusan itu memenangkan PT Danataru atas konflik sebidang tanah seluas 462 meter persegi yang menjadi akses masuk menuju Wihara Amurva Bhumi. 

Majelis hakim bahkan menghukum Wihara Rp1.386.000.000 dan uang paksa Rp200.000 bagi setiap keterlambatan pembayaran. 

“Wihara adalah rumah ibadah, rumah Tuhan. Penggunaannya bukan untuk kepentingan komersial. Kok majelis hakim pakai pertimbangan bisnis, untung rugi?” ujar Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram, Widodo Dwi Putro, Jakarta, Rabu, 16 Agustus 2023.

Dalam amar putusan majelis hakim, dasar hak pihak penggugat adalah sertifikat Hak Guna Bangunan No. 298/ Desa Karet Semanggu atas nama Penggugat berdasarkan Surat Ukur No. 567/1998 tertanggal 19 Februari 1998. 

Kuasa hukum Wihara, Marcella Santoso, menilai klaim itu janggal. Menurut dia, Wihara Amurva Bhumi atau dulu disebut Vihara Hok Tek Tjeng Sin, telah ada sejak 1925.

Sedangkan HGB pihak penggugat baru terbit 1998. Tanah yang menjadi jalan umum menuju Wihara adalah pemberian dari masyarakat dan di kanan kiri jalan sejak 1990 berdiri tembok beton setinggi 3 meter. 

Dalam Amici Curiae, para akademisi mengingatkan dalam SK pemberian HGB tercantum larangan menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari akses jalan umum. “Dari berbagai kejanggalan, patut diduga ada mafia tanah yang berusaha menguasai tanah milik rumah ibadah Wihara Amurva Bhumi,” pungkas Widodo Dwi Putro.

Para akademisi menegaskan Amici Curiae ini tidak bermaksud mengintervensi putasan majelis hakim. Namun, membantu meningkatkan kualitas putusan, khususnya di tingkat banding. 

Di Indonesia, Amici Curiae bukan hal baru. Beberapa kasus fenomenal yang menggunakan Amici Curiae antara lain kasus Prita Mulyasari, Upi Asmarandhana, dan Peninjauan Kembali (PK) Majalah Time versus Soeharto, kasus perlindungan Gunung Kendeng (Gugatan Tata Usaha Negara), kasus gugatan perdata terhadap Basuki Wasis (Dosen IPB) dan kasus PK Baiq Nuril Maknun.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)