Perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan (resilience) yang solid menjelang penutupan 2025 (Foto:Dok.Bank Mandiri)
Patrick Pinaria • 10 December 2025 19:29
Jakarta: Perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan (resilience) yang solid menjelang penutupan 2025. Sebuah indikator yang baik, mengingat dinamika ekonomi global saat ini masih dibayangi fluktuasi dan ketidakpastian.
Kondisi ini pun menjadi sorotan utama pelaku industri dan pemangku kebijakan untuk menilai prospek ekonomi Indonesia pada 2026. Salah satunya, Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro. Ia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berpeluang mencapai 5,2 persen pada tahun 2026, didorong oleh konsumsi rumah tangga yang kuat, pemulihan investasi, serta kebijakan fiskal yang ekspansif.
Namun, dalam Macro Economic Outlook Kuartal Keempat 2025, Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro, menjelaskan Indonesia harus tetap waspada terhadap sejumlah tantangan yang mengemuka, seraya memanfaatkan peluang pertumbuhan domestik yang resilien.
Tantangan dan Risiko Global Menuju 2026
Andry menyoroti sejumlah tantangan besar yang akan dihadapi perekonomian global dan domestik pada rentang 2026-2030. Risiko geopolitik menjadi sorotan utama, mencakup konflik global di Eropa, Timur Tengah, dan Asia, serta perang dagang dan kebijakan tarif resiprokal, khususnya dari Amerika Serikat.
Selain itu, terdapat tantangan makroekonomi global berupa perlambatan pertumbuhan di negara-negara ekonomi utama seperti AS, Tiongkok, dan Eropa. Indonesia juga dihadapkan pada risiko perubahan iklim, adaptasi regulasi, serta risiko teknologi terkait keamanan data dan kejahatan digital.
Berikut lima tantangan utama yang dihadapi perekonomian Indonesia:
- Risiko Geopolitik yang Meningkat: Mulai dari konflik global di Eropa, Timur Tengah, dan Asia, hingga perang dagang dan tren deglobalisasi akibat perubahan arah politik domestik di berbagai negara.
- Tantangan Makroekonomi Global & Domestik: Siklus ekonomi yang makin pendek, inflasi yang masih tinggi, volatilitas harga komoditas, serta perlambatan pertumbuhan ekonomi di AS, Tiongkok, dan Eropa.
- Adaptasi Regulasi: Perlunya adaptasi yang cepat terhadap perubahan regulasi dan prioritas pembangunan pemerintah.
- Risiko Perubahan Iklim: Kerentanan Indonesia terhadap bencana fisik, ditambah dengan transition risk dari perubahan kebijakan dan teknologi terkait iklim.
- Risiko Teknologi: Ancaman terhadap privasi dan keamanan data (third party risk), serta penipuan digital (digital fraud) termasuk judi dan pinjaman online.
Peluang Pertumbuhan Ekonomi Baru
Kendati demikian, Bank Mandiri melihat sejumlah peluang strategis yang dapat menopang ekonomi nasional. Ekonomi domestik dinilai tetap resilien dengan potensi pertumbuhan tinggi, didukung oleh pergeseran konsumsi ke gaya hidup sehat, bonus demografi, serta urbanisasi di kota-kota baru.
Digitalisasi dan adopsi Artificial Intelligence (AI) juga menjadi katalis penting untuk meningkatkan efisiensi. Selain itu, sumber pertumbuhan baru muncul dari sektor energi hijau (green energy), industri berkelanjutan, serta sektor prioritas pemerintah seperti pangan, energi, dan perumahan.
Berikut 3 peluang besar yang dapat dimanfaatkan menurut Andry:
- Ekonomi Domestik yang Resilien: Potensi pertumbuhan yang tetap tinggi didukung oleh pergeseran konsumsi ke gaya hidup sehat, bonus demografi, kenaikan pendapatan, urbanisasi, dan munculnya pekerjaan baru di sektor digital serta kreatif.
- Digitalisasi dan Adopsi AI: Penggunaan Generative AI (GenAI) untuk meningkatkan efisiensi dan profit, serta perkembangan sistem pembayaran digital (termasuk Rupiah digital dan blockchain).
- Sumber Pertumbuhan Baru: Munculnya sektor masa depan seperti green energy, healthy lifestyle, dan sustainable industry, serta fokus pada sektor prioritas pemerintah (pangan, kelapa sawit, energi, perumahan, perikanan, kesehatan) dan integrasi sektor keuangan.
Indikator Konsumsi Menguat pada Akhir 2025
Optimisme akselerasi ekonomi ini didukung oleh data terkini pada Kuartal IV 2025. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat konsisten di atas 5 persen pada kuartal kedua dan ketiga, dengan proyeksi sebesar 5,08 persen pada kuartal keempat 2025.
Tim Ekonom Bank Mandiri mencatat adanya peningkatan konsumsi masyarakat menjelang akhir tahun. Hal ini tercermin dari Mandiri Spending Index (MSI) yang tumbuh signifikan pada Oktober dan November 2025, terutama didorong oleh pengeluaran kategori mobilitas.
Sejalan dengan itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mencapai titik tertinggi dalam lima bulan terakhir, serta Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur yang meningkat ke level 53,3.
"Perbaikan ini menandakan pulihnya persepsi masyarakat terhadap prospek ekonomi, sekaligus membuka ruang akselerasi pada 2026," kata Andry.
Pentingnya Belanja Negara yang Berkualitas
Meskipun tingkat konsumsi masyarakat tumbuh, realisasi belanja pemerintah yang berkualitas masih diperlukan untuk mendorong perekonomian pada Kuartal IV 2025.
Hingga 31 Oktober 2025, realisasi Belanja Negara mencapai Rp2.593,0 triliun, atau sekitar 73,5% terhadap outlook.
- Belanja Pemerintah Pusat: Rp1.879,6 triliun (termasuk Belanja K/L Rp961,2 T dan Belanja Non K/L Rp918,4 T).
- Transfer ke Daerah (TKD): Rp713,4 triliun.
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2026
Melihat kondisi tersebut, Tim Ekonom Bank Mandiri memperkirakan ekonomi Indonesia berpeluang tumbuh 5,2% pada 2026. Pertumbuhan ini akan didorong oleh:
- Konsumsi Rumah Tangga
- Pemulihan Investasi
- Kebijakan Fiskal yang Lebih Ekspansif
Program Strategis Pemerintah yang diproyeksikan memberikan multiplier effect ke berbagai sektor, khususnya manufaktur, industri pengolahan, dan sektor padat karya.
"Sinergi kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif menjadi jangkar kestabilan, sekaligus menyiapkan fondasi peningkatan aktivitas ekonomi tahun depan,” ucap Andry.
Di sisi intermediasi, sektor perbankan dinilai berada dalam kondisi yang mendukung. Penyaluran kredit Bank Mandiri hingga kuartal III 2025 mampu tumbuh 11% (YoY), lebih tinggi dibanding industri, didukung oleh permintaan pembiayaan produktif dan likuiditas yang membaik.
Optimisme terhadap pemulihan ekonomi diyakini akan tetap terjaga, selama koordinasi kebijakan terus berjalan efektif. Sinergi antara pemerintah, regulator, dan pelaku industri menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas, memperkuat produktivitas nasional, serta membuka ruang akselerasi pertumbuhan pada tahun mendatang.