Putri Purnama Sari • 9 December 2025 16:29
Jakarta: Setelah lebih dari dua dekade mewarnai industri musik Indonesia, Float kembali menyapa pendengar lewat single terbaru berjudul ‘Dimabuk Cahaya’.
Menariknya, rilisan ini bukan merupakan single comeback dan bukan pula gebrakan dadakan. Lagu ini adalah lanjutan dari napas karya yang sudah mereka embuskan sejak awal, karya yang jujur, organik, dan penuh rasa.
Dengan formasi terbaru yang berisi Hotma “Meng” Roni Simamora (vokal/gitar), Timur Segara (drum), David Qlintang (gitar), dan Binsar Tobing (bass), single ‘Dimabuk Cahaya’ menjadi cara sederhana Float untuk mengatakan bahwa perjalanan mereka belum selesai.
“Ini bukan comeback, kami cuma meneruskan nafas yang sama, tapi mungkin warnanya beda, lebih segar,” kata Meng.
Filosofi Float: Mengapung, Tidak Tenggelam, Tidak Terlalu Tinggi
Berbicara tentang identitas mereka, Float mengibaratkan band ini sebagai sesuatu yang “mengapung”: tidak terlalu tinggi, tidak tenggelam, tetapi tetap ada dan stabil.
Filosofi ini dianggap ideal di tengah industri musik modern yang semakin cepat dan penuh tuntutan untuk viral.
“Kami tidak perlu ikut ribut agar terlihat relevan. Yang penting jujur dengan karya kami sendiri,” kata Binsar.
Pandangan inilah yang membuat kehadiran ‘Dimabuk Cahaya’ dapat dianggap sebagai bentuk perlawanan halus terhadap tekanan algoritma. Float ingin mengajak pendengar berhenti sejenak dan benar-benar mendengarkan musik tersebut.
Musikalitas: Warm, Vintage, dan Terinspirasi James Bond
Secara musikalitas, single ini menawarkan nuansa vintage ala era 70-an, yang hangat, organik, dan penuh karakter. Meng mengaku bahwa ia terinspirasi dari lagu tema James Bond, ‘You Only Live Twice’, dalam proses kreatifnya.
Sentuhan klasik tersebut berpadu dengan ciri khas Float yang selalu mengutamakan kesederhanaan dan suasana yang menenangkan.
Secara lirik, ‘Dimabuk Cahaya’ membawa tema kejujuran dan kesadaran. Cahaya dalam lagu ini bukan hanya simbol kelembutan, tetapi juga sesuatu yang “menelanjangi” hal-hal yang disembunyikan.
Float melihat cahaya sebagai simbol pengetahuan dan iman, sesuatu yang mungkin terasa menyakitkan, tetapi tetap membebaskan.
“Yang terpenting, lewat lagu ini kami merasa lebih hidup!” tambah David.
Lagu ini sangat cocok diputar saat sedang sendiri, menikmati perjalanan malam atau bahkan ketika ingin meresapi sesuatu yang tenang namun menggugah.
Lewat lagu ini, Float tidak sedang mengejar tren. Mereka justru hanya memastikan cahaya yang menuntun mereka sejak awal masih menyala dan kali ini mereka berharap juga jika pendengarnya akan dapat merasakan itu semua.