Sinta Nuriyah (tengah) didampingi kedua putrinya yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid (kiri), dan Zannuba Ariffah Chafsoh Wahid atau Yenny Wahid (kanan). Foto: Metrotvnews.com/Duta Erlangga
Sinta Nuriyah Wahid: Figur Ibu Bangsa hingga Penjaga Nyala Pluralisme
Fachri Audhia Hafiez • 23 December 2025 09:27
Jakarta: Nama Dr. (H.C.) Dra. Hj. Sinta Nuriyah, M.Hum., atau yang akrab disapa Sinta Wahid, telah lama menjadi simbol keteguhan hati dan inklusivitas di Indonesia. Lebih dari sekadar istri dari Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sinta adalah seorang intelektual dan aktivis yang mendedikasikan hidupnya untuk membela kaum marjinal serta hak-hak perempuan.
Sinta dianugerahi penghargaan Wonder Mom Awards 2025 dalam rangka perayaan Hari Ibu Nasional ke-97 oleh Metro TV. Ia dinobatkan sebagai Mother of The Nation atau Ibu Bangsa.
Akar Pendidikan dan Pertemuan dengan Gus Dur
Lahir di Jombang, Jawa Timur, pada 8 Maret 1948, Sinta tumbuh dalam lingkungan pesantren yang kental dengan nilai-nilai keislaman moderat. Ia adalah putri sulung dari delapan bersaudara dari pasangan H. Abdurrahman dan Hj. Aminah.
Perjalanan cintanya dengan Gus Dur merupakan cerita yang legendaris. Sinta adalah murid Gus Dur saat di pesantren. Setelah melalui proses korespondensi jarak jauh saat Gus Dur menempuh studi di luar negeri, keduanya menikah pada tahun 1968.
Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai empat putri yang kini juga aktif dalam gerakan sosial: Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, Zannuba Ariffah Chafsoh Wahid (Yenny Wahid), Anita Hayatunnufus Wahid, dan Inayah Wulandari Wahid.
Ujian Fisik yang Menjadi Titik Balik
Tahun 1992 menjadi catatan kelam sekaligus pembuktian ketangguhan Sinta Wahid. Sebuah kecelakaan mobil di jalan tol menyebabkan cedera saraf tulang belakang yang membuatnya harus menghabiskan sisa hidupnya di atas kursi roda.
Istri dari Presiden ke-4 RI, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sinta Nuriyah (kiri) menerima penghargaan Wonder Mom Awards 2025 dari Metro TV yang diserahkan langsung oleh CEO Media Group Mohammad Mirdal Akib (kanan). Foto: Metrotvnews.com/Duta Erlangga
Namun, keterbatasan fisik tersebut justru menjadi motor penggerak bagi Sinta. Alih-alih menarik diri, ia justru semakin vokal menyuarakan hak-hak penyandang disabilitas dan kaum minoritas.
Ia membuktikan bahwa kursi roda bukanlah penghalang untuk tetap berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan.
Karier Intelektual dan Aktivisme Perempuan
Sinta Wahid dikenal sebagai sosok yang haus akan ilmu. Di tengah kesibukannya, ia menyelesaikan gelar Magister di bidang Kajian Wanita Universitas Indonesia. Ia juga dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, pada 2019.
Bekal pendidikan ini ia transformasikan menjadi gerakan nyata melalui Yayasan Puan Amal Hayati. Melalui yayasan tersebut, Sinta fokus pada advokasi Korban KDRT yang memberikan perlindungan dan pendampingan bagi perempuan korban kekerasan.
Baca Juga :
Metro TV Gelar Wonder Mom Awards 2025 dalam Memeriahkan Hari Ibu, Berikut Daftar Pemenangnya
Lalu, reinterpretasi teks agama yaitu melawan tafsir-tafsir keagamaan yang mendiskreditkan perempuan. Kemudian, pemberdayaan ekonomi yang membantu kelompok perempuan di akar rumput untuk mandiri secara finansial.
Sahur Keliling dan Diplomasi Kemanusiaan
Satu tradisi yang konsisten dijalankannya sejak menjabat sebagai Ibu Negara pada 1999-2001 hingga saat ini adalah Sahur Keliling. Sinta memilih untuk tidak sahur di hotel berbintang atau restoran mewah, melainkan di bawah kolong jembatan, pasar, hingga halaman Gereja dan Klenteng bersama para pemulung dan pengamen.
Istri dari Presiden ke-4 RI, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sinta Nuriyah (tengah) didampingi kedua putrinya yaitu Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid (kiri), dan Zannuba Ariffah Chafsoh Wahid atau Yenny Wahid (kanan). Foto: Metrotvnews.com/Duta Erlangga
NKRI terdiri dari berbagai suku, ada Jawa, Batak, Sunda, Madura dan lainnya. Begitu juga dengan agama, ada Islam, Kristen, Konghucu, Budha, Hindu, semuanya adalah saudara. Satu sama lain harus bersatu dan saling membantu, tidak boleh saling bertengkar dan tidak saling mencurigai," kata Sinta saat melakukan sahur bersama di Klenteng Kwan See Tee Koen Karawang, dikutip dari NU Online, Senin dini hari, 1 Agustus 2011.
Pengakuan Dunia
Keistikamahannya dalam menjaga api pluralisme membawa namanya harum di kancah internasional. Pada 2018, majalah TIME memasukkannya dalam daftar 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia.
Ia dianggap sebagai sosok langka yang berani berdiri tegak membela kelompok minoritas di tengah arus intoleransi.
Di masa senjanya, Sinta Nuriyah Wahid tetap menjadi "Ibu Bangsa" yang rumahnya di Ciganjur, selalu terbuka bagi siapa saja yang haus akan nasihat bijak tentang bagaimana mencintai Indonesia dengan segala keberagamannya.