Pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN. Foto: ASEAN Indonesia
Fajar Nugraha • 15 July 2023 07:06
Jakarta: Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai melontarkan pernyataan pedas setelah dirinya mengaku menemui pemimpin demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi. Don menilai tidak mengerti kondisi Myanmar karena terlalu jauh.
Indonesia melalui Staf Khusus Menteri Luar Negeri RI, Ngurah Swajaya merespons usai Don melakukan tindakan yang dianggap oleh banyak pihak melangkahi ASEAN. Don menganggap konflik di Myanmar berimbas langsung kepadanya, mengingat Thailand memiliki perbatasan langsung dengan Myanmar sepanjang 4.200 kilometer.
Kondisi tersebut memicu kejahatan dan memicu Thailand bergerak sendiri dengan perundingan informal yang dihadiri pula oleh Laos. Sementara ASEAN sendiri masih tidak menyertakan Myanmar untuk mengakhiri konflik sesuai dengan kesepakatan 5 Poin Konsensus (5PC) yang disepakati oleh para pemimpin ASEAN.
“Indonesia tidak tahu situasi di lapangan, ya iyalah. Wong kita kan bukan orang Myanmar, tapi kita kan punya kontak, punya stakeholders, sehingga kita memahami paling tidak secara detail situasi di lapangan. Jadi, kita tidak berpretensi kita tahu semuanya, makanya kita harus kerja sama,” ujar Ngurah, saat ditemui beberapa wartawan di Jakarta, Jumat 14 Juli 2023.
“Itu kan penilaian dia (Menlu Don). Tapi kita lihat semua anggota ASEAN mendukung Indonesia. Semua negara mitra juga apresiasi yang dilakukan Indonesia,” ucap Ngurah.
“Kalau lihat di joint communique kan jelas itu, ASEAN bekerja sama dgn mitra-mitra ASEAN, termasuk dengan negara tetangga ASEAN, dan juga PBB. Nah apa yang sudah kita lakukan. Bahkan kita pertama kali yang lakukan pertemuan antar special envoy (utusan khusus), special envoy PBB, Thailand datang. Kita koordinasi, kita bicara di situ, kan kita tidak berpretensi tahu segala macam,” ucapnya.
“Satu hal yang perlu diluruskan engangement (pendekatan) itu kan sudah dilakukan, tapi engagement itu bukan berarti legitimasi. Nah kalau ada ada pikiran supaya (junta militer Myanmar) datang ke ASEAN Meeting nah itu kan memberikan legitimasi. Kalau engage ya kita engage, bu menlu sudah ketemu, saya sudah ketemu. We listen to them. Pernah tidak ada pernyataan yang mengecam Indonesia? mungkin ada (organisasi masyarakat sipil) CSO yang kecewa dengan ASEAN, ya itu hak mereka. Itu hal berbeda,” tegas Ngurah.
“Engagement itu didorong oleh semua negara ASEAN dan itu yang dilakukan Indonesia. Tetapi engangement tidak berarti legitimasi,” imbuhnya.
Sementara Ngurah mengatakan, contoh pasti hasil dari engangement ini adalah masuknya bantuan kemanusiaan ke Myanmar. Penilaian kebutuhan atau needs assesment bahkan bisa selesai, tahun lalu tidak bisa.
Dalam bertindak pun menurut Ngurah, Indonesia tidak mendekati segelintir komunitas tetapi semua pihak dilibatkan.
Diidentifikasi 1,1 juta warga Myanmar yang segera membutuhkan bantuan, dan mereka tersebar di berbagai wilayah terdampak konflik. ASEAN baru mencapai memberikan bantuan kepada 1.500 warga dan itu pun sudah membantu.
“Itu indikator yang signifikan kalau kita bisa menjangkau apalagi negara-negara yang masih terdampak konflik aktif,” tambah Ngurah.
Kemudian Ngurah memaparkan bahwa pendekatan Indonesia sebagai Ketua ASEAN betul-betul dalam rangka membangun trust atau kepercayaan. Total, konflik di Myanmar sudah berlangsung 70 tahun, tentu dalam pembahasan pasti terjadi dinamika lah, terjadi perbedaan pandangan. Ini alasan mengapa digelar pertemuan.
Ngurah memaparkan, di dalam pertemuan dibahas apakah strategi yang dilakukan selama ini sudah menghasilkan progres. Lalu bagaimana next step terkait kelanjutannya.
Namun yang jelas, Indonesia senang jika tindakan semua pihak sesuai dengan 5 Poin Konsensus. Makanya Indonesia engage dengan semua pihak.
“Kita juga bicara dengan India, kita ngomong sama Tiongkok, kita ngomong sama Thailand, Bangladesh. Negara tetangga (Myanmar) semua itu,” jelasnya.
“Ya kita ngomong sama Tiongkok, mereka dukung ASEAN dan 5PC, tapi kan mereka punya concern sendiri karena perbatasannya panjang, prioritasnya apa. India juga sama,” imbuh Ngurah.
Selain itu, Ngurah menegaskan bahwa ASEAN tetap satu suara terkait penyelesaian konflik Myanmar. Ini terlihat dala komunike bersama yang dikeluarkan dalam pertemuan Menlu ASEAN.
Jelas pada poin 145 komunike bersama ASEAN tersebut menyebutkan, sejalan dengan paragraf 14 Tinjauan dan Keputusan Pemimpin ASEAN tentang implementasi 5 Poin Konsensus Thailand memberikan tentang kegiatan baru-baru ini di Myanmar. Kegiatan itu oleh sejumlah negara anggota ASEANdipandang sebagai perkembangan yang positif.
“Kami menegaskan kembali persatuan ASEAN dan menegaskan kembali bahwa setiap upaya harus mendukung, sejalan dengan 5PC dan berkoordinasi dengan Ketua ASEAN,” isi komunike itu.
Yang jelas Ngurah menegaskan bahwa penyelesaian Myanmar harus berupa solusi politik bukan melalui konflik. ASEAN tahun kekerasan semakin meningkat di Myanmar, semua pun meminta supaya kekerasan bisa segera diakhiri.