Biden Sebut Tiongkok Hadapi Masalah Pengangguran dan Tenaga Kerja yang Menua

Presiden AS Joe Biden. (AP)

Biden Sebut Tiongkok Hadapi Masalah Pengangguran dan Tenaga Kerja yang Menua

Willy Haryono • 15 August 2023 12:45

Utah: Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan bahwa kondisi di mana Tiongkok yang sedang berusaha menangani masalah pengangguran tinggi dan tenaga kerja yang menua, telah menjadikan negara tersebut sebagai "bom waktu" di tengah jantung perekonomian global yang berpotensi menjadi ancaman bagi sejumlah negara lain, menurut laporan New York Times, belum lama ini.

"Ketika ada orang-orang jahat yang memiliki masalah, mereka biasanya melakukan hal-hal buruk," kata Biden kepada sekelompok donor di acara penggalangan dana di Park City, Utah, tanpa menyebut nama Tiongkok.

Mesin yang dulunya tampak "bekerja tanpa henti" dan menggerakkan perekonomian Tiongkok, sekarang tampak tergagap-gagap, menimbulkan risiko mengkhawatirkan bagi rumah tangga dan ekonomi Tiongkok di seluruh dunia.

Dari negara yang dulunya meraup banyak keuntungan selama era globalisasi, Tiongkok kini telah menjadi 'kartu liar' di tengah ketidakpastian ekonomi global, lapor NYT.

Risiko "bom waktu" menguat dalam beberapa pekan terakhir. Pertama, datang kabar bahwa ekonomi Tiongkok telah melambat secara substansial sepanjang musim semi, memadamkan harapan ekspansi yang kuat setelah pencabutan pembatasan ketat Covid-19.

Masih dari laporan NYT, ada juga data yang menunjukkan bahwa ekspor Tiongkok telah menurun selama tiga bulan berturut-turut, sementara sektor impor turun selama lima bulan berturut-turut. Muncul lagi kabar bahwa harga telah jatuh pada berbagai barang, mulai dari makanan hingga apartemen, meningkatkan kekhawatiran bahwa Tiongkok akan berada di ambang deflasi.

Dan sebagai tanda tekanan semakin mendalam di pasar perumahan Tiongkok, persimpangan antara sektor keuangan, konstruksi, dan kekayaan rumah tangga, sebuah pengembang real estate utama di Negeri Tirai Bambu telah melewatkan pembayaran obligasinya dan memperkirakan kerugian hingga USD7,6 miliar di paruh pertama 2023.

Bagi pekerja dan rumah tangga Tionghoa, rentetan indikator ini semakin menambah masalah. Di seluruh dunia, melemahnya ekonomi Tiongkok menandakan menyusutnya permintaan barang-barang utama. Itu berarti, berkurangnya selera terhadap minyak, mineral, dan blok bangunan industri lainnya.

Ancaman deflasi

Selama satu dekade terakhir, Tiongkok telah menjadi sumber lebih dari 40 persen pertumbuhan ekonomi global, dibandingkan dengan 22 persen dari AS dan 9 persen dari 20 negara yang menggunakan mata uang Euro, menurut sebuah analisis terbaru.

Semua ini terjadi ketika Partai Komunis Tiongkok mencoba beralih dari ekonomi investasi infrastruktur dan ekspor, ke ke sektor pengeluaran konsumen domestik.

Model lama telah berjalan dengan baik selama dua dekade terakhir, ketika pemerintah Tiongkok membiayai pelabuhan, jaringan listrik, dan pekerjaan dasar lainnya yang memicu lonjakan ekspor, lapor New York Times.

Deflasi kini semakin berpotensi terjadi di Tiongkok. Namun sebagian besar ekonom meyakini bahwa Negeri Tirai Bambu dapat bangkit kembali. Harga-harga yang jatuh mungkin akan segera normal, dan pemerintah Tiongkok tampaknya telah memoderasi 'serangannya' terhadap sejumlah bisnis swasta yang dinilai sukses.

Pergeseran pekerjaan pabrik yang terus berlanjut dari Tiongkok, bersama dengan fokus memusatkan ekonomi pada konsumsi domestik, kemungkinan besar akan menekan upah dan kekayaan rumah tangga. Dan bahkan di negara yang dikendalikan satu partai, hilangnya kepercayaan sejumlah besar warga dapat memicu gejolak, lapor New York Times.

Ekspor dan impor Tiongkok secara kolektif menghasilkan 40 persen dari total output ekonominya, kata Yasheng Huang, seorang profesor ekonomi di Sekolah Manajemen Sloan Institut Teknologi Massachusetts, dalam sebuah konferensi di bulan Mei.

Banyak dari impor Tiongkok adalah komponen untuk barang-barang pabrik yang diekspor. Jadi, semakin menurunnya ekspor Tiongkok, maka sektor impornya juga mengikuti.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)