Ilustrasi. Foto: MI/Adam Dwi.
Jakarta: Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan hari ini mengalami penguatan signifikan, setelah libur panjang Waisak.
Berdasarkan pemantauan, IHSG pada awal pembukaan perdagangan langsung melesat. Tren positif tersebut terus bertahan, bahkan kenaikannya tambah kencang setelah jeda istirahat siang hingga penutupan perdagangan hari ini.
Mengutip laman RTI, Rabu, 14 Mei 2025, IHSG ditutup di posisi 6.979,88 atau naik sebanyak 147,07 poin, setara 2,15 persen.
Saat bel pembukaan perdagangan, IHSG bertengger di posisi 6.915,95. Gerak indeks sempat menyentuh level tertinggi di posisi 6.987,78 dan level terendahnya di 6.914,75.
Adapun volume perdagangan hari ini tercatat sebanyak 29,96 miliar lembar saham senilai Rp17,83 triliun. Sebanyak 418 saham menguat, 218 saham melemah, dan 166 saham stagnan.
(Ilustrasi pergerakan saham pada IHSG. Foto: Medcom.id)
Kesepakatan AS-Tiongkok jadi penguat
Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata mengungkapkan, melejitnya IHSG ditopang oleh kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok di Swiss akhir pekan lalu. Tak cuma pasar modal Indonesia, pasar keuangan global juga terangkat imbas hal tersebut.
Walaupun di sisi lain, kata Liza, kesepakatan AS-Tiongkok hanya bersifat sementara. Pasalnya, kedua negara dengan ekonomi terbesar itu sepakat untuk saling menurunkan
tarif impor selama 90 hari.
"Karena kesepakatan ini belum menyelesaikan masalah struktural, penguatan IHSG kemungkinan bersifat terbatas dan masih rawan koreksi," ungkap Liza dalam catatan risetnya, dikutip dari
Investing.com.
Ia menambahkan sejumlah analis dari institusi keuangan global seperti Macquarie, menyebut hasil negosiasi AS-Tiongkok tak seperti solusi perdamaian jangka panjang. Namun hanya sebagai langkah taktis yang disepakati bersama.
Sementara itu Analis di Citi menekankan kompromi perdagangan AS bersama Tiongkok, belum tentu dapat dukungan penuh dari basis politik Trump.
Berkaca dengan perang dagang 2018-2019, lanjut Liza, Kiwoom Research masih berusaha konservatif dalam menyikapi perkembangan perang dagang AS-Tiongkok. "Jeda waktu 90 hari kala itu tidak membuahkan hasil yang konkret," imbuh dia.