Poros Erdogan-Prabowo Dinilai Mampu Tawarkan Alternatif atas Dominasi Sistem Global

Presiden Prabowo Subianto diterima langsung Presiden Recep Tayyip Erdogan. Foto: BPMI Setpres

Poros Erdogan-Prabowo Dinilai Mampu Tawarkan Alternatif atas Dominasi Sistem Global

M Rodhi Aulia • 13 April 2025 14:36

Jakarta: Keakraban Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Prabowo Subianto dinilai bukan sekadar momen diplomatik biasa. Pertemuan keduanya disebut-sebut menjadi simbol lahirnya poros kekuatan alternatif dunia, yang siap menantang dominasi sistem global saat ini.

Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, gestur hangat yang ditunjukkan Erdogan kepada Prabowo menjadi pesan simbolik yang tak bisa diabaikan. Dalam kunjungan resmi ke Ankara, Erdogan menggamit lengan Prabowo saat menyusuri istana megah. Momen tersebut dinilai sarat makna geopolitik.

“Ini bukan hanya tentang sorotan media, tetapi juga menjadi jendela untuk memahami arah baru dunia. Erdo?an, pemimpin tangguh yang telah lama menjadi simbol keteguhan dunia Muslim, seakan memberikan pengantar istimewa bagi Prabowo, pemimpin baru dari Asia Tenggara yang tengah memainkan peran globalnya,” ujar Fahmi yang dikutip, Minggu, 13 April 2025.

Baca juga: Prabowo Tegaskan RI Bersama Turki Konsisten Bela Kemerdekaan Palestina

Fahmi menekankan, kedekatan antara Jakarta dan Ankara bukan hanya dibangun di atas kepentingan ekonomi atau pertahanan semata. Lebih dari itu, kedua negara disebut memiliki kesamaan nilai, sejarah perjuangan, hingga tanggung jawab moral bersama terhadap berbagai persoalan global.

“Dunia menyaksikan kebangkitan dua bangsa besar dari Selatan Global, Indonesia dan Turki yang ingin menawarkan alternatif atas dominasi lama, menyusun ulang arsitektur global menuju tatanan yang lebih adil, multipolar, dan manusiawi,” kata dia.

Dalam rangkaian kunjungan tersebut, Prabowo juga mendapatkan kehormatan langka: menyampaikan pidato di hadapan parlemen Turki. Dalam forum tinggi itu, ia mengangkat nama-nama besar dalam sejarah Turki seperti Mustafa Kemal Ataturk dan Sultan Mehmed II sebagai simbol peradaban berdaulat dan beradab. Prabowo juga menyinggung tragedi kemanusiaan di Gaza.

"Dan kami merasa ingin bersama Turki membela rakyat, kebenaran, di dunia yang sekarang penuh dengan ketidakpastian," ujar Prabowo, yang disambut 17 kali tepuk tangan dari anggota parlemen Turki.

Pidato tersebut mendapat pujian langsung dari Erdogan. Dalam pertemuan bilateral, kedua pemimpin sepakat memperkuat kerja sama strategis, mulai dari teknologi dan pendidikan, industri pertahanan, hingga diplomasi kemanusiaan.

Fahmi menilai poros Ankara–Jakarta hadir sebagai kekuatan baru yang mampu menjembatani polarisasi lama antara Barat dan Timur. Kehadiran keduanya dinilai menjadi respons strategis terhadap tantangan global, termasuk kembalinya proteksionisme dan perang tarif yang mengancam negara berkembang.

“Dalam lanskap global yang tengah bergerak menuju multipolaritas, poros Ankara–Jakarta hadir sebagai kekuatan alternatif,” ungkap Fahmi.

Turki disebut sukses membangun industri pertahanan dalam negeri. Berdasarkan laporan SIPRI, ekspor senjata Turki naik hampir 70 persen dalam lima tahun terakhir. Di sisi lain, Indonesia di bawah Prabowo menunjukkan komitmen untuk mengejar kemandirian strategis melalui transfer teknologi UAV, sistem pertahanan udara, hingga kendaraan taktis.

“Tapi kekuatan poros ini tidak hanya bersifat teknokratik. Kerja sama Indonesia-Turki juga menjadi simbol perlawanan terhadap dominasi sistem global yang timpang. Ini adalah bagian dari kebangkitan Selatan Global, gerakan moral dan strategis yang menolak untuk sekadar menjadi objek permainan kekuasaan dunia,” jelasnya.

Fahmi meyakini, poros Erdogan-Prabowo punya potensi menjadi jangkar stabilitas kawasan, baik di Asia Tenggara maupun Timur Tengah. Selain kekuatan militer, kedua negara juga dinilai memiliki kapasitas membangun jejaring lintas kawasan yang rasional dan terbuka.

Menurut Fahmi, ada tiga pilar utama yang menopang kerja sama kedua negara: pertahanan, diplomasi nilai, dan integrasi peradaban. Dalam isu Palestina, misalnya, baik Indonesia maupun Turki sama-sama bersuara lantang memperjuangkan keadilan.

“Dalam diplomasi nilai, kedua negara berbagi kepedulian atas isu-isu global, terutama Palestina. Posisi vokal Indonesia dan Turki dalam menanggapi tragedi kemanusiaan, termasuk di Gaza, menjadikan mereka kekuatan moral yang tidak bisa diabaikan,” tuturnya.

Lebih jauh, Fahmi menegaskan kerja sama ini menyentuh dimensi peradaban. Indonesia dan Turki sama-sama merupakan negara demokratis dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar. Keduanya disebut memiliki legitimasi historis untuk menawarkan arah baru bagi dunia internasional.

“Apa yang dilakukan Prabowo dan Erdogan bukan hanya langkah pragmatis. Ini adalah kelanjutan dari cita-cita besar Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955. Dulu, para pendiri gerakan nonblok berdiri untuk menolak dominasi dua kutub dunia. Kini, poros Ankara-Jakarta melanjutkan semangat itu: berdiri di tengah, mandiri dalam arah, dan berani memimpin dunia menuju tatanan baru yang lebih setara,” pungkas Fahmi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Rodhi Aulia)