Jalankan UU, Pemerintah Didesak Tertibkan Tambang Nikel

Ilustrasi perusahaan tambang. Foto: MI/Angga Yuniar.

Jalankan UU, Pemerintah Didesak Tertibkan Tambang Nikel

Anggi Tondi Martaon • 8 April 2025 20:41

Jakarta: Pemerintah didorong menertibkan tambang nikel nakal. Sebab, hal itu sebagai bentuk menjalankan Undang-Undang (UU).

"Pemerintah seharusnya mengevaluasi dan mencabut IUP tambang, khususnya perusahaan yang tidak melaksanakan rahabilitasi hutan dan reklamasi pascatambang," kata Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng Moh Taufik saat dikutip Selasa, 8 April 2025.

Menurut dia, kewajiban seperti reklamasi harus dilaksanakan perusahaan, khususnya yang menambang di dalam kawasan hutan. Bahkan, kewajiban itu harus dijalankan perusahaan yang sudah memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), lalai dalam melaksanakan kewajibannya.

"Akibat dari kelalaian itu, hutan yang berfungsi menjaga kelestarian lingkungan, berubah fungsi menjadi penyebab bencana bagi masyarakat di sekitar tambang," ungkap dia.
 

Baca: Pembangunan Smelter Merah Putih Rampung, Produksi Feronikel Dimulai Akhir April 2025

Dia menjelaskan, perusahaan tambang pemegang IPPKH wajib merehabilitasi satu hektar daerah aliran sungai (DAS) untuk setiap satu hektar IPPKH. Sedangkan lerusahaan tambang pemegang IPPKH komersial di provinsi, dengan area hutan lebih dari 30 persen harus merehabilitasi DAS di luar areal hutan, seluas IPPKH ditambah 10 persen.

"Itu merupakan kewajiban dari pemilik IPPKH," ujarnya.

Salah satu contoh kata dia, limpasan air bercampur lumpur yang masuk ke dalam kawasan pemukiman masyarakat di Desa Siumbatu, Kecamatan Bahodopi, Kabupaten Morowali, Minggu (6/4). Hal itu diduga diakibatkan pertambangan PT GMU yang telah membabat kawasan hutan dan tidak melaksanakan rehabilitasi DAS.

"Itu salah satu contoh, masih banyak kejadian lain karena perusahaan tidak taat aturan," ujarnya.

PT GMU mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi seluas 1.102 hektar di Desa Siumbatu, Kecamatan Bahadopi, Kabupaten Morowali. IUP GMU dikeluarkan Menteri ESDM dengan Nomor Surat Keputusan (SK) 252/1/IUP/PMDN/2022 tertanggal 2 Februari 2022. IUP itu berlaku selama 10 tahun, hingga 2 Juni 2032.

Terkait hal itu, Kepala Teknik Tambang GMU Rinto dan dan Direktur Operasional GMU Pontinus Baja yang dikonfirmasi, belum ingin memberikan keterangan.

Sebelumnya, Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni memastikan tidak akan segan mencabut Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) korporasi yang tidak melakukan kewajiban rehabilitasi lahan oleh pemilik izin.

"Soal IPPKH tambang, secara tegas saya katakan saya berani pak, saya tidak ada masalah," ujar Menhut Raja Antoni.

Jawaban itu diberikan sebagai respons dari pertanyaan Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Nasdem, Rajiv terkait keberanian mencabut IPPKH yang dimiliki oleh pihak yang tidak berkomitmen dalam program penghijauan kembali atau reboisasi.
Menhut mengatakan selama data tersedia maka Kementerian Kehutanan (Kemenhut) akan bekerja sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan dalam melakukan penindakan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)