Ombudsman Soroti Potensi Maladministrasi pada Penundaan Klaim BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan ilustrasi. Dok MI.

Ombudsman Soroti Potensi Maladministrasi pada Penundaan Klaim BPJS Kesehatan

Putri Anisa Yuliani • 2 February 2025 19:41

Jakarta: Ombudsman menyoroti sengketa klaim pembiayaan antara ratusan rumah sakit di Jawa Timur (Jatim) dengan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pimpinan Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan penundaan klaim pembayaran layanan kesehatan patut dilihat dari segi potensi maladministrasi yang ditimbulkan.

"Rumah sakit dan BPJS Kesehatan merupakan pranata layanan publik yang amat vital dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional," kata Robert dalam keterangannya, Minggu, 2 Februari 2025.  

Penundaan klaim dinilai bisa menghambat penyediaan alat kesehatan dan kefarmasian, logistik penunjang, dan jasa layanan medis terstandarisasi. Muaranya, terjadi penundaan berlarut, atau bahkan tidak diberikannya layanan kesehatan oleh pihak rumah sakit kepada pasien yang dapat mengancam keselamatan jiwa.

Robert manyampaikan beberapa hal yang harus diperbaiki. Pertama, Pemerintah wajib mengantisipasi sengketa klaim agar tidak menimbulkan maladministrasi layanan kepada pasien. 

"Pemerintah harus memastikan semua pihak sungguh menjalankan kewajiban dan mendapatkan hak, merujuk Permenkes No 3 Tahun 2023. Rumah sakit mengajukan klaim sesuai ketentuan, lalu berdasarkan administrasi yang benar dan lengkap maka pihak BPJS melakukan verifikasi dan membayarkan klaim layanan kesehatan tepat waktu," terangnya.
 

Baca juga: Pegawai PT Timah Viral Hina Pengguna BPJS, Perusahaan Tegaskan Sanksi Berlaku

Kedua, BPJS Kesehatan mesti lebih transparan kepada pemerintah daerah dan membangun komunikasi dengan organisasi perhimpunan rumah sakit apabila ada potensi hambatan klaim rumah sakit. Menurut dia, pihak BPJS saat ini cenderung pasif, kurang persuasif dan membiarkan masalah sengketa klaim ini terus menumpuk.

"Padahal berlarutnya pembayaran klaim jelas berdampak terhadap merosotnya kualitas pelayanan kesehatan," terangnya.

Ketiga, rumah sakit diminta lebih akuntabel dan terus diawasi agar tidak melakukan fraud dalam klaim tarif INA-CBGs. Pembayaran klaim hak setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang telah melaksanakan kewajiban pelayanannya. 

"Namun, rumah sakit juga wajib memastikan laporan administrasi layanan sudah sesuai standar dan bebas dari tindak kecurangan seperti klaim fiktif, manipulasi diagnosis dan praktik fraud lainnya," tegas Robert.

Keempat, Pemda diminta untuk lebih proaktif dalam merespons pending claim ini. Pemerintah tidak semata hanya berperan sebagai mediator saat sengketa sudah terjadi. Peran sebagai pemadam kebakaran tersebut harus dilapisi dengan upaya-upaya preventif. 

"Pada ranah kebijakan, kami minta Pemda memitigasi potensi sengketa dengan membuat Perkada ihwal sanksi terhadap pihak yang tidak memenuhi kewajibannya. Selanjutnya pada ranah pengawasan pihak Pemda perlu melakukan pemantauan terhadap proses klaim secara rutin," jelasnya.

Kelima, klaim pembayaran pelayanan kesehatan harus bebas maladministrasi dan terlaksana sesuai dengan standar tata kelola yang akuntabel. Kasus di Jatim ditengarai juga terjadi di daerah-daerah lain. 

Ombudsman minta Kementerian Kesehatan lakukan evaluasi tuntas atas klaim fasilitas pelayanan kesehatan ke BPJS sejak laporan pelaksanaan layanan hingga penetapan status klaim. Selanjutnya, dapat lebih tegas melakukan penegakan hukum dan pemberian sanksi bagi para pihak yang melakukan maladministrasi.

Ombudsman mengimbau masyarakat melapor jika mengalami atau menyaksikan tindakan maladministrasi pada klaim pembayaran layanan kesehatan melalui berbagai kanal resmi Ombudsman yang tersedia di pusat dan kantor-kantor perwakilan di 34 provinsi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)