Pegiat Kesehatan Lintas Profesi Menyuarakan Evaluasi Menkes, Ini Alasannya

Aksi peringatan Hari Lahir Pancasila oleh pegiat kesehatan lintas profesi di Tugu Proklamasi, Jakarta, Minggu, 1 Juni 2025. Istimewa.

Pegiat Kesehatan Lintas Profesi Menyuarakan Evaluasi Menkes, Ini Alasannya

Arga Sumantri • 2 June 2025 08:03

Jakarta: Sejumlah dokter dan lintas profesi di bidang kesehatan menggelar aksi dalam rangka memperingati Hari Lahir Pancasila di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Minggu, 1 Juni 2025. Suara agar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dievaluasi menyeruak.

Aksi ini digelar pegiat kesehatan lintas profesi yang tergabung dalam Sekretariat Gerakan Anti Kebohongan dan Premanisme Birokrasi di Kemenkes. Forum ini menilai telah terjadi komersialisasi kesehatan di era Budi Gunadi. 

Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia Muhammad Nasser menilai Budi Gunadi tidak concern dalam mengurus persoalan kesehatan. Ia menyebut ada sejumlah persoalan kesehatan yang diabaikan. 

"Seperti peningkatan jumlah penderita tuberculosis (TBC), data terbaru dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengonfirmasi lonjakan ini," ujar Nasser melalui keterangan tertulis, Senin, 2 Juni 2025. 

Ia mengungkapkan kasus TBC telah mencapai 1.016.475 periode 2024 hingga 17 Maret 2025. Total kematiannya mencapai 23.858 pasien.
 

Baca juga: Bedah Editorial MI - Meredakan Sengkarut Dunia Kesehatan

Ia juga menyoroti angka keterjangkitan kusta di Indonesia yang berada di peringkat ketiga tertinggi dunia. Data 2022 mencatat, jumlah kasus kusta di Indonesia mencapai 13.487. 

"Belum lagi kasus penyakit seksual menular. Tentunya tidak bijak bila hanya mengurus terkait hal-hal yang memberikan keuntungan. Seperti peralatan kesehatan canggih untuk meningkatkan pendapatan rumah sakit," papar dia.

Ia mengaku mendukung penuh visi Indonesia Emas 2045 yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Namun, ia menilai butuh evaluasi dalam menangani bidang kesehatan guna mewujudkan cita-cita tersebut. 

"Itulah kenapa kita minta Presiden mempertimbangkan pergantian Menkes," tegasnya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Budi Iman Santoso menilai profesi dokter saat ini diperlakukan seperti pusat bisnis. Dokter dituntut bekerja mendapatkan penghasilan yang besar. 

"Kondisi itu akan mengorbankan masyarakat. Kesehatan menjadi mahal untuk masyarakat Indonesia," ujar Budi.
 
Baca juga: Istana Menanggapi Usulan terkait Budi Gunadi: Kita Dengarkan Aspirasi

Kemudian, Guru Besar Universitas Diponegoro Zainal Muttaqin menyebut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2024 menunjukkan ada 10 target layanan kesehatan dasar gagal tercapai. Sebanyak dua di antaranya dinilai akan berpengaruh langsung pada visi Indonesia emas. 

"Pertama adalah angka stunting yang targetnya turun sampe 14 persen, ternyata angka prevalensinya 21,5 persen artinya 1 dari 5 anak Indonesia itu lahir stunting," tutur Zainal.

Kedua, pelaksanaan imunisasi dasar lengkap untuk bayi juga dinilai tak maksimal. Penerima imunisasi disebut baru mencapai 60 persen dari target 90 persen.

"Kalau seperti sekarang ini maka yang ditakutkan justru bukan menjadi Indonesia Emas 2045, melainkan bencana demografi," ujar Zainal.

Dia menilai kebijakan-kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini justru bisa menjadi tantangan untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Sebab, kebijakan saat ini belum tentu dibutuhkan. 

"Misalnya, pinjaman ke Bank Dunia Rp64 triliun, sebagian untuk membeli alat kesehatan mahal. Namun, tidak pernah dibahas dengan para ahli, apakah benar masyarakat Indonesia membutuhkannya," ungkap Zainal.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)