Milisi Druze Dituding Bunuh Massal Warga Badui di Suriah Selatan

Warga Bedouin di Suriah yang bersiap untuk pindah tempat. Foto: Anadolu

Milisi Druze Dituding Bunuh Massal Warga Badui di Suriah Selatan

Fajar Nugraha • 18 July 2025 14:35

Suwayda: Media pemerintah Suriah melaporkan bahwa kelompok milisi Druze anti-pemerintah melakukan "pembantaian" terhadap komunitas Badui di Provinsi Suwayda, Suriah selatan, menyusul penarikan pasukan pemerintah dari wilayah tersebut pada Kamis, 16 Juli 2025.

Menurut kantor berita SANA, kelompok bersenjata tersebut menyerang lingkungan al-Maqous di Suwayda dan melakukan pembunuhan terhadap perempuan dan anak-anak, serta mengeksekusi warga secara langsung di lapangan. Gambar-gambar tak terverifikasi yang beredar di media sosial menunjukkan sejumlah jenazah tergeletak di tanah.

Laporan ini muncul setelah beberapa hari bentrokan sengit antara kelompok Druze, Badui, dan pasukan pemerintah yang setia kepada Presiden Ahmad al-Sharaa. Situasi diperparah oleh serangan udara Israel yang menghantam sejumlah target di Suriah.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan bahwa sedikitnya 500 orang telah tewas hingga Kamis pagi. Di antara korban tercatat 79 pejuang Druze dan 154 warga sipil dari Suwayda, termasuk 83 orang yang menurut laporan "dieksekusi secara kilat" oleh aparat kementerian pertahanan dan dalam negeri.

Organisasi pemantau itu juga melaporkan bahwa 243 personel pemerintah dan 18 pejuang Badui tewas, termasuk tiga anggota suku Badui yang diduga dieksekusi oleh milisi Druze. Sebanyak 15 personel pemerintah lainnya dilaporkan tewas akibat serangan udara Israel, yang mengklaim bertujuan melindungi komunitas Druze.

Akar kekerasan

Mengutip dari Middle East Eye, Jumat, 18 Juli 2025, kerusuhan terbaru bermula akhir pekan lalu setelah seorang pedagang Druze dilaporkan diculik di jalan raya menuju Damaskus. Insiden itu memicu rangkaian penculikan balasan yang berkembang menjadi pertempuran bersenjata di kota Sweida dan desa-desa sekitarnya.

Komunitas Druze di Sweida selama ini relatif netral dalam perang saudara Suriah yang telah berlangsung 14 tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, wilayah ini justru dikenal melalui gelombang protes terkait kondisi hidup yang memburuk menjelang penggulingan Presiden Bashar al-Assad pada Desember lalu.

Meski pemerintah baru yang dipimpin Ahmad al-Sharaa telah menyatakan menolak keterkaitannya dengan kelompok ekstremis masa lalu, banyak komunitas Druze tetap curiga. Beberapa kelompok di Sweida secara aktif menolak otoritas pemerintahan Sharaa.

Pemimpin spiritual Druze, Sheikh Hikmat al-Hijri, yang dikenal kritis terhadap pemerintah saat ini, disebut memimpin kelompok milisi utama anti-pemerintah di Suwayda. Dalam pernyataannya, ia menyerukan intervensi internasional guna mencegah apa yang disebutnya sebagai kampanye “pemusnahan” terhadap komunitas Druze di Suriah.

Sementara itu, Israel terus melakukan serangan udara intensif terhadap Suriah, dengan dalih membela komunitas Druze. Serangan terbaru pada Rabu lalu menghantam Damaskus, termasuk Kementerian Pertahanan, markas militer, dan area di sekitar istana kepresidenan.

Militer Israel menyatakan bersiap untuk eskalasi konflik di Suriah dan akan menarik pasukannya dari Jalur Gaza untuk memperkuat perbatasan utara.

Druze merupakan komunitas etno-religius yang tersebar di Suriah, Lebanon, dan Israel. Di Suriah dan Lebanon, komunitas ini umumnya bersikap kritis terhadap Israel. Namun, di Israel, sebagian warga Druze memiliki kewarganegaraan dan banyak yang bertugas di militer.

Di Dataran Tinggi Golan, wilayah Suriah yang diduduki Israel sejak 1967 warga Druze secara luas menolak kewarganegaraan Israel dan enggan bergabung dengan dinas militer negara tersebut.

(Muhammad Reyhansyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)