Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Foto: Anadolu
Jakarta: Dalam sosial medianya Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan bahwa dirinya melakukan perbincangan dengan Presiden Prabowo Subianto telah mencapai kesepakatan atas pengenaan tarif semula 32% turun kini menjadi 19%.
Untuk turun 11%, Indonesia, menurut Trump, bersedia membuka seluruh pangsa pasar Indonesia untuk produk AS.
Sebagai bagian dari kesepakatan Indonesia akan:
1. Membeli energi senilai USD15 miliar dolar,
2. Membeli produk agrikultur senilai USD4,5 miliar,
3. Membeli 50 Boeing 777 dan
4. Terakhir para peternak dan nelayan AS mempunyai akses penuh atas pasar Indonesia.
“Bila dibandingkan negosiasi dengan Uni Eropa sebagaimana disampaikan oleh Presiden Prabowo sendiri di Brusel memakan waktu hingga 10 tahun agar pangsa pasar Indonesia terbuka dengan tarif resiprokal. Sementara Trump berhasil dalam hitungan bulan,” ujar Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana dalam keterangannya, Rabu 16 Juli 2025.
“Memang ini suatu capaian tim negosiator yang dipimpin oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Terlebih lagi Trump tidak mengenakan 10% tambahan karena Indonesia merupakan anggota penuh dari BRICS,” imbuh Hikmahanto.
Tetapi ada beberapa hal yang diperhatikan oleh Indonesia. Menurut Hikmahanto, kini Indonesia memiliki sejumlah Pekerjaan Rumah.
Pertama, bagi Indonesia selanjutnya adalah menuangkan kesepakatan ini dalam bentuk perjanjian bilateral.
Bila tidak, negara-negara anggota WTO akan meminta perlakuan yang sama seperti AS sesuai Pasal 1 angka 1 GATT yang mengatur tentang Most Favored Nations (MFN).
Inti dari prinsip MFN adalah kebijakan untuk mengisitimewakan pelaku usaha dari suatu negara harus diberlakukan kepada pengusaha dari negara lain yang menjadi anggota WTO. Pengecualiannya adalah bila kebijakan ini dituangkan dalam perjanjian antar negara.
Kedua, Indonesia harus melakukan penguatan terhadap para pelaku usaha dalam negeri, termasuk BUMN sehingga mampu bersaing dengan pelaku usaha AS. Bila tidak kekhawatirannya pencanangan Presiden Prabowo agar Indonesia mampu berswasembada energi dan pangan menjadi taruhan.
Selanjutnya, Indonesia harus mewaspadai negara-negara pesaing AS, terutama Tiongkok dan Uni Eropa, untuk mendapatkan konsesi yang sama dengan AS. Bagi negara-negara tersebut Indonesia adalah pangsa pasar yang menjanjikan sehingga tidak mau bila didominasi pelaku usaha AS saja.
“Terakhir, pemerintah harus mengantisipasi mengecilnya lapangan pekerjaan yang terbuka di Indonesia. Hal ini mengingat produk-produk dari AS akan dibuat oleh tenaga kerja AS, sementara yang menyerap produk tersebut adalah konsumen Indonesia tanpa pelibatan tenaga kerja Indonesia,” pungkas Hikmahanto.