Etnis Rohingya asal Myanmar kerap berusaha mencapai negara lain melalui jalur laut. (Anadolu Agency)
Muhammad Reyhansyah • 1 October 2025 16:00
Rakhine: Pertempuran sengit antara militer Myanmar dan kelompok separatis disebut menjadi “penghalang yang mustahil dilalui” bagi kepulangan etnis minoritas Rohingya, menurut peringatan seorang pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Selasa, 30 September 2025
Etnis Rohingya, yang mayoritas Muslim, telah lama mengalami persekusi di Myanmar. Pada 2017, banyak dari mereka melarikan diri setelah tindakan keras militer yang oleh sejumlah negara dikategorikan sebagai “genosida”. Hingga kini, mereka belum bisa kembali karena pertempuran terus meningkat di Negara Bagian Rakhine, wilayah asal mereka di barat Myanmar.
Melansir dari The Korea Times, Rabu, 1 Oktober 2025, Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Julie Bishop, dalam pidatonya menegaskan: “Bagi Rohingya, yang sudah lebih dari delapan tahun dipaksa mengungsi dari Myanmar, eskalasi konflik di negara itu menghadirkan penghalang yang tampaknya mustahil untuk mereka pulang.”
Ia menambahkan, “Mereka ingin kembali ke rumah, ke Rakhine, membangun kembali kehidupan, dan menjadi pemimpin komunitas dengan kendali atas nasib mereka.”
Sejak November 2023, situasi kemanusiaan dan hak asasi manusia di Rakhine semakin memburuk, memperdalam kondisi berbahaya yang dihadapi Rohingya yang masih bertahan di sana.
Negara bagian miskin yang berbatasan dengan Bangladesh itu menjadi salah satu wilayah dengan penderitaan paling parah akibat perang saudara Myanmar, yang dipicu kudeta militer tahun 2021 terhadap pemerintahan demokratis.
Kantor HAM PBB sebelumnya menyatakan baik militer Myanmar maupun kelompok etnis bersenjata Arakan Army “telah dan terus melakukan kejahatan keji terhadap Rohingya dengan impunitas dalam pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional.”
Baca juga: Menlu RI: Delapan Tahun Rohingya dalam Ketidakpastian, Dunia Harus Bertindak