Delegasi Taliban saat berada di Doha, Qatar. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 8 June 2025 10:19
Kabul: Pemimpin tertinggi kelompok Taliban pada Sabtu kemarin mengecam larangan perjalanan yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap warga Afghanistan.
Taliban pun menyebut AS sebagai penindas, kecaman yang disampaikan di saat Afghanistan di bawah kendali Taliban berupaya meningkatkan keterlibatan mereka dengan komunitas internasional.
Komentar dari Hibatullah Akhundzada menandai reaksi publik pertama dari Taliban sejak pemerintahan Trump melarang warga negara dari 12 negara, termasuk Afghanistan, memasuki AS.
Perintah eksekutif Trump sebagian besar berlaku bagi warga Afghanistan yang berharap untuk menetap di AS secara permanen, serta mereka yang berharap untuk pergi ke AS untuk sementara waktu, termasuk untuk kuliah.
Sejak kembali berkuasa di Afghanistan pada 2021, Taliban telah memberlakukan tindakan keras, melarang perempuan dari tempat umum dan membatasi akses pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan di atas kelas enam.
Meski sejauh ini gagal mendapatkan pengakuan sebagai pemerintah resmi Afghanistan, Taliban memiliki hubungan diplomatik dengan beberapa negara, termasuk Tiongkok dan Rusia.
Akhundzada merilis pesannya pada Hari Raya Iduladha dari kota Kandahar, tempat ia mendirikan markas Taliban.
Dalam rekaman audio berdurasi 45 menit yang dibagikan juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid di media sosial X, Akhundzada mengecam pemerintahan Trump karena memberlakukan "pembatasan terhadap orang-orang."
"Warga negara dari 12 negara dilarang memasuki tanah mereka — dan warga Afghanistan juga tidak diizinkan," katanya.
"Mengapa? Karena mereka mengklaim pemerintah Afghanistan tidak memiliki kendali atas rakyatnya dan bahwa orang-orang meninggalkan negara itu. Jadi, penindas! Apakah ini yang Anda sebut persahabatan dengan kemanusiaan?" tanya Akhundzada, dikutip dari The Korea Herald, Minggu, 8 Juni 2025.
Ia menyalahkan AS atas kematian perempuan dan anak-anak Palestina di Gaza, menghubungkan tuduhan ini dengan larangan bepergian. "Anda melakukan tindakan yang berada di luar toleransi," tambahnya.
Pemerintahan Trump mengatakan bahwa larangan perjalanan ini dimaksudkan untuk melindungi warga AS dari "orang asing yang berniat melakukan serangan teroris, mengancam keamanan nasional, menganut ideologi kebencian, atau mengeksploitasi undang-undang imigrasi untuk tujuan jahat."
Washington berpendapat bahwa Afghanistan tidak memiliki otoritas pusat yang kompeten untuk menerbitkan paspor atau dokumen sipil, dan tidak memiliki langkah-langkah penyaringan serta verifikasi yang tepat.
AS juga mengatakan bahwa warga Afghanistan yang mengunjungi Negeri Paman Sam selama ini kerap melakukan pelanggaran visa overstay.
Baca juga: Trump Larang Warga dari 12 Negara Masuk ke AS, Termasuk Myanmar