Lukisan Soeharto. Foto: MI/Susanto
Al Abrar • 4 May 2025 16:21
Jakarta: Dukungan agar Presiden RI ke-2 Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional kembali menguat. Dewan Pimpinan Pusat Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (DPP AMPI) dan sejumlah tokoh menilai Soeharto memiliki jasa besar dalam sejarah bangsa dan pembangunan nasional.
Sekretaris Jenderal DPP AMPI, Hendra Paletteri, menyebut Soeharto merupakan sosok penting dalam sejarah pembangunan Indonesia. Selain itu, Hendra menyoroti peran Soeharto dalam kelahiran dan perkembangan organisasi kepemudaan seperti AMPI.
“Soeharto adalah figur yang sangat berpengaruh, bukan hanya dalam pembangunan nasional tapi juga dalam pembentukan generasi muda bangsa,” ujar Hendra dalam keterangan tertulis, Kamis, 1 Mei 2025.
Dukungan serupa disampaikan oleh praktisi hukum Agus Widjajanto, SH., MH. Menurutnya, gelombang dukungan dari generasi muda, khususnya dari kalangan Partai Golkar, menunjukkan pemahaman yang semakin dalam terhadap sejarah bangsa.
“Saya melihat generasi muda Partai Golkar mulai memahami sejarah bangsa ini. Melalui DPP AMPI, mereka turut menyuarakan agar gelar pahlawan diberikan kepada Pak Harto, dan itu sangat layak,” kata Agus di Jakarta.
Agus menilai Soeharto memiliki rekam jejak panjang dalam perjuangan bangsa. Ia menyebutkan peran Soeharto dalam Agresi Militer Belanda I dan II, Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta, hingga sebagai Panglima Operasi Mandala dalam pembebasan Irian Barat.
“Peran beliau sangat vital sejak masa perjuangan kemerdekaan, hingga menjaga stabilitas negara pasca peristiwa 1965 sebagai Panglima Kostrad,” jelasnya.
Ia juga menyinggung keberhasilan Soeharto selama Orde Baru, seperti swasembada beras, pertumbuhan ekonomi, serta kestabilan politik dan keamanan yang diakui dunia internasional. Agus menambahkan, program beasiswa melalui Yayasan Supersemar telah melahirkan ratusan ribu sarjana, termasuk tokoh nasional seperti Mahfud MD.
“Supersemar telah membiayai pendidikan 1,47 juta orang dan mencetak 478 ribu sarjana. Hampir 70 persen rektor perguruan tinggi negeri adalah alumni beasiswa Supersemar,” ucapnya.
Menanggapi kritik terhadap rekam jejak HAM di era Soeharto, Agus menekankan pentingnya memahami sejarah hak asasi manusia dari perspektif bangsa sendiri. Ia mengingatkan bahwa konsep HAM telah tercantum dalam UUD 1945 jauh sebelum deklarasi PBB tahun 1948.
“Para pendiri bangsa sudah memasukkan hak asasi dalam UUD 1945 sebelum Eleanor Roosevelt memimpin Komisi HAM di PBB. Maka, jangan ajari kita soal HAM jika tidak paham sejarahnya,” tegas Agus.
Agus, yang kini menjadi kandidat doktor hukum di Universitas Padjadjaran, menilai pengakuan terhadap Soeharto sebagai pahlawan nasional sudah berlangsung secara de facto di masyarakat. Namun, ia menekankan perlunya legitimasi formal dari pemerintah.
“Secara de facto masyarakat sudah menganggap Pak Harto sebagai pahlawan. Namun secara de jure, pengakuan itu perlu diputuskan melalui Keputusan Presiden. Ini adalah bentuk politik hukum yang membutuhkan keberanian dari pemerintah,” pungkasnya.