Foto Presiden Soeharto. Foto: MI/Susanto
Achmad Zulfikar Fazli • 10 November 2025 07:19
Jakarta: Presiden Prabowo Subianto bakal mengumumkan 10 nama yang mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Pengumuman itu rencananya berlangsung di Istana Kepresidenan, Jakarta, sekitar pukul 10.00 WIB, Senin, 10 November 2025.
Ada beberapa nama yang akan diberikan gelar Pahlawan Nasional. Di antaranya Presiden ke-2 RI Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), hingga aktivis buruh Marsinah.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengamini ada beberapa nama yang akan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional, termasuk Soeharto.
"Ya, (Soeharto) masuk," kata Prasetyo Hadi di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara 4, Jakarta Selatan, Minggu malam, 9 November 2025.
Soeharto hingga Gus Dur Penuhi Syarat
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengatakan Soeharto, Gus Dur, hingga Marsinah layak mendapatkan gelar
Pahlawan Nasional. Mereka dinilai telah memenuhi syarat pemberian gelar tersebut.
“Presiden Soeharto memenuhi syarat, Presiden Abdurrahman Wahid memenuhi syarat, pejuang buruh Marsinah memenuhi syarat hingga (ulama) Syaikhona Kholil juga memenuhi syarat,” kata Gus Ipul di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Minggu, 9 November 2025.
Dia mengatakan banyak nama-nama pejuang dari berbagai provinsi di Indonesia yang diusulkan untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional. Dia mengatakan semua proses telah dilalui secara berjenjang mulai dari bawah sampai ke atas.
Dukungan Soeharto dan Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional
Sejumlah partai politik mendukung pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto hingga Gus Dur. Partai tersebut antara Partai NasDem, Partai Amanat Nasional, hingga Partai Demokrat.
Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, menegaskan partainya tidak ada masalah dengan usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. NasDem mendukung usulan itu.
"NasDem memang sudah kasih statement, sepakat itu," kata Surya Paloh.
Terkait adanya pro dan kontra dari pemberian gelar pahlawan nasional ini, Surya Paloh menilai hal tersebut merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah. Namun, dia yakin pemerintah sudah menyiapkan semuanya dengan matang.
NasDem, kata dia, melihatnya dari sisi positif Soeharto sebagai Presiden ke-2 RI. Selama 32 tahun memimpin Indonesia, Soeharto dinilai mampu membangun Indonesia dengan cukup baik.
"Saya pikir dengan perjalanan waktu masa jabatan 32 tahun yang cukup lama, sukar kita menghilangkan objektivitas bahwasannya sosok Presiden Soeharto telah memberikan posisi dan peran, arti keberadaan beliau sebagai Presiden yang membawa progres pembangunan nasional kita yang cukup berarti. Seperti apa yang kita nikmatin hari ini," ujar Surya Paloh.
Hal senada disampaikan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan. Zulhas, sapaan akrab Zulkifli, menilai Soeharto hingga Gus Dur yang pernah menjadi Presiden tentu memiliki jasa kepada negara.
"Alasan PAN setuju, pertama, sebagai presiden tentu memiliki jasa, pengorbanan, sekaligus prestasi buat kemajuan bangsa dan negara," kata Zulhas.
Dia mengatakan menjadi pemimpin nasional sejatinya penuh dengan dinamika sejarah dan perspektif penilaian. Sebagai manusia, lanjut dia, tentu tidak ada yang sempurna, ada perspektif kebaikan dan kekurangan.
"Hal itu wajar saja. Tetapi sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, setiap presiden akan menjalani fase sejarah dan narasi perjuangan tersendiri yang ditorehkan dalam setiap perjalanan bangsa, dari generasi ke generasi selanjutnya," ujar Zulhas.
Sementara itu, Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengakui Soeharto dan Gus Dur memiliki kekurangan. Namun, keduanya tetap memiliki kontribusi besar dalam perjalanan bangsa.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pendahulunya. Gus Dur dan Pak Harto, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, telah memberikan sumbangsih luar biasa bagi Indonesia semasa hidupnya,” kata AHY.
Sehingga, dia mendukung usulan Soeharto dan Gus Dur menjadi Pahlawan Nasional. Menurut dia, pengakuan negara terhadap jasa para presiden terdahulu merupakan tanda kedewasaan bangsa. Khususnya dalam melihat sejarah secara utuh dan adil, tanpa terjebak pada perbedaan politik masa lalu.
“Setiap era memiliki tantangan dan konteksnya sendiri. Tugas kita hari ini adalah melanjutkan perjuangan mereka, memperkuat persatuan, menegakkan keadilan, dan memastikan rakyat hidup sejahtera,” ujar AHY.
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (Menko Infrawil) itu mencontohkan, ketika pendiri Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menjabat sebagai Presiden keenam RI. SBY memberikan gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soekarno, pada 2012.
"Tentu ada pro dan kontra, tetapi Bapak SBY ketika itu melihatnya secara komprehensif melalui mekanisme yang berlaku. Sebagai manusia biasa, Bung Karno pasti ada kekurangan juga, tetapi kontribusinya kepada negara, tidak mungkin dilupakan. Itulah yang membuat Pak SBY yakin untuk memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno," ujar AHY.