Owner PT Musicplus Media Indonesia, Richo Irfanto. Istimewa
Jakarta: Upaya memberantas mafia digital yang bertahun-tahun merampas hak ekonomi dan moral para musisi daerah terus dilakukan. Salah satunya lewat pembentukan platform yang bisa digunakan para musisi untuk mengamankan hak ciptanya.
Hal ini dilakukan Owner PT Musicplus Media Indonesia, Richo Irfanto. Ia tengah mengembangkan Playlist Music, sebuah platform agregator musik yang diklaim pertama di Indonesia dan telah terdaftar resmi di Hak tas Kekayaan Intelekrual (HAKI).
Ia bercerita, ide ini bermula melihat kondisi musisi daerah, terutama seniman musik khas Cirebon dan Indramayu, ttarling, sering menjadi korban. Lagu-lagu mereka diunduh lalu didaftarkan ulang oleh pihak lain ke platform luar negeri dan menghasilkan uang dari iklan. Sementara, penciptanya tak mendapat sepeser pun.
"Saya pernah datang ke rumah seorang pencipta lagu di Indramayu. Karyanya fenomenal, tapi kondisi rumahnya sangat memprihatinkan," kata Richo dalam keterangannya, Senin, 17 November 2025.
Kasus itu disebut beberapa kali terjadi. Sejumlah penyanyi daerah bahkan mencetak jutaan tayangan di YouTube, namun pencipta dan penyanyinya sama-sama tidak mendapatkan royalti. Sistem digital yang tidak rapi membuat mereka tertipu, saling menyalahkan, dan kehilangan hak ekonomi.
"Padahal yang mengambil itu mafia digital. Mereka bekerja berkelompok, mendownload audio, mendaftarkan ke platform luar, lalu menikmati AdSense. Seniman tidak dapat apa-apa," ungkap Richo.
Ia menjelaskan, Playlist Music hadir sebagai agregator distribusi musik yang terhubung langsung dengan Spotify, TikTok, YouTube, Langit Musik, dan platform musik lainnya. Di aplikasi ini, artis, pencipta, yang me-cover lagu, hingga produser bisa membuat akun sendiri.
Ia mengatakan, jika seorang produser ingin membuat ulang lagu artis tertentu, tinggal memilih lagu yang ada di aplikasi. Kemudian, checkout dan membayar melalui payment gateway, setelah itu menerima lisensi resmi.
Namun, ia menegaskan, lagu yang dibeli untuk remake hanya berlaku untuk satu kali dan diunggah ke platform digital secara legal. Lagu remake tidak bisa digunakan untuk konser panggung.
"Semua transparan. Royalti dan lisensi langsung masuk ke pencipta," kata Richo.
Owner PT Musicplus Media Indonesia, Richo Irfanto. Istimewa
Menurutnya, dengan cara ini, musisi yang ingin meng-cover lagu viral pun bisa bekerja sama secara legal dengan artis atau pencipta, meski tanpa biaya besar. Paling penting, kata Richo, mereka tetap terdaftar, sehingga pencipta mengetahui penggunaannya dan tetap memiliki hak atas karyanya. Richo menekankan bahwa platform ini bukan sekadar aplikasi, melainkan gerakan advokasi.
"Kita di dunia digital saja belum rapi. Orang memakai tarling seenaknya tanpa membayar hak moral dan hak ekonomi. Melalui Playlist Music, kami ingin menertibkan ekosistem itu," ujar Richo.
Platform ini diyakini secara otomatis mencegah mafia digital mendaftarkan ulang audio orang lain. Begitu musisi terverifikasi di Playlist Music, karya mereka terlindungi secara global.
Ia mengatakan, platform Playlist Music rencananya resmi diluncurkan pada awal 2026. Selain menjadi platform distribusi, Richo berkomitmen melakukan edukasi ke musisi-musisi daerah, terutama pemain organ tunggal yang selama ini rentan menjadi korban.
"Tujuan kami jelas: mengadvokasi seniman. Hak digital harus dipenuhi. Royalti harus jelas. Semua harus legal," ujar Richo.
Dengan fitur pelaporan lengkap, sistem pembagian royalti otomatis, dan akses distribusi global, Playlist Music ingin menjadi rumah besar bagi musisi daerah yang selama ini tertinggal, sekaligus benteng melawan pencurian karya.