Menantang Prabowo-Gibran

Dewan Redaksi Media Group Abdul Kohar. (MI/Ebet)

Menantang Prabowo-Gibran

Abdul Kohar • 16 October 2024 07:01

PARA kandidat menteri kabinet mendatang sudah mulai diperkenalkan Presiden terpilih Prabowo Subianto. Kepada pers, di sela-sela memanggil para calon menteri itu, Prabowo menyatakan para kandidat menteri yang ia panggil siap memanggul tugas penuh tantangan lima tahun ke depan.

Saya ingin mengulik frasa 'penuh tantangan' itu. Benar belaka kata Prabowo bahwa tantangan hari ini dan hari-hari ke depan, khususnya di bidang ekonomi, sungguh berat. Prabowo memang tidak mewarisi 'hal-hal kosong' yang ditinggalkan pemerintahan sebelumnya. Namun, membuat yang 'sudah terisi' itu menuju penuh bak meniti di jalur licin nan mendaki.

Betul bahwa di tengah gejolak ekonomi global, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi mampu mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen. Dengan laju pertumbuhan seperti itu selama satu dekade, ukuran perekonomian kita pun meningkat, dari USD890 miliar pada 2014 ke USD1,37 triliun pada 2024.

Dengan begitu, Indonesia bisa masuk ke klub perekonomian negara-negara dengan pendapatan USD1 triliun. Level Indonesia juga meningkat menjadi negara dengan skala perekonomian terbesar nomor 16 di dunia pada 2023 dari sebelumnya nomor 18 pada 2014. Indonesia pun naik menjadi negara upper middle income berdasarkan klasifikasi Bank Dunia.

Pertumbuhan ekonomi kita di triwulan II 2024 yang sebesar 5,05 persen juga lebih tinggi daripada negara-negara maju atau berkembang lainnya seperti Meksiko (2,24 persen), Korea Selatan (2,3 persen), dan Singapura (2,9 persen). Jadi, ibarat gelas, ekonomi kita bukanlah gelas yang nyaris kosong, apalagi benar-benar kosong. Prabowo-Gibran Rakabuming Raka tentu tidak memulainya dari nol, apalagi minus.

Namun, mimpi kita tidak sekadar mengisi gelas itu menuju dua pertiga penuh. Baik Jokowi maupun Prabowo memimpikan Indonesia maju, Indonesia unggul, dan Indonesia dengan skala ekonomi lima besar di antara negara-negara besar di dunia. Itu berarti mengisi gelas penuh.

Sepuluh tahun lalu, saat pertama kali memerintah, Jokowi berjanji membuat rata-rata perekonomian kita tumbuh 7 persen pada akhir masa jabatan (2024). Faktanya, pertumbuhan ekonomi kita stagnan di seputar 5 persen. Presiden Joko Widodo mengawali kepemimpinannnya dengan pertumbuhan ekonomi 4,79 persen pada 2015.
 

Baca Juga: 

Butuh 800 Ribu Wirausaha Baru Dorong Indonesia Jadi Negara Maju


Jika diukur dengan produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku, skala ekonomi saat itu mencapai Rp11.540,8 triliun. Pada tahun itu, PDB per kapita mencapai USD3.370 atau sekitar Rp45,2 juta. Kini, Jokowi menutup masa kepemimpinannya dengan PDB atas harga berlaku mencapai Rp21 ribu triliun, dengan PDB per kapita sekitar USD5.000 atau sekitar Rp75 juta.

Dalam kondisi seperti itu, banyak yang khawatir Indonesia masuk jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap). Apalagi bila pertumbuhan ekonomi behenti di angka 5 persen. Sejumlah kajian menunjukkan negeri ini butuh rata-rata pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen hingga 2041 bila ingin keluar dari situasi jebakan negara berpendapatan menengah.

Hal tak kalah penting ialah kualitas pertumbuhan ekonomi kita selama ini masih patut dipertanyakan. Dampak pertumbuhan pada kualitas pembangunan, mengatasi kemiskinan, dan membereskan tingkat ketimpangan belum terlalu dirasakan. Angka kemiskinan, misalnya, memang turun. Namun, masyarakat yang ada di posisi rentan miskin juga tinggi, yakni 32,28 persen.

Tingkat ketimpangan yang tecermin pada rasio Gini juga masih butuh tenaga ekstra untuk dibereskan. Dalam kurun sembilan tahun terakhir, rasio Gini cuma beringsut 0,02, dari 0,40 di 2015 menjadi 0,38 pada 2024. Masih lebarnya ketimpangan sekaligus membuktikan pertumbuhan ekonomi 5 persen belum cukup dan belum inklusif.

Karena itu, mimpi presiden terpilih Prabowo Subianto agar ekenomi negeri ini tumbuh 8% jelas membutuhkan energi ekstra. Memang tidak mustahil untuk mewujudkan impian itu dalam kurun lima tahun. Namun, itu jelas butuh keringat lebih bercucuran dan langkah-langkah tidak biasa.

Kalau cara kerja tim kabinet masih model business as usual, jangankan meraih pertumbuhan 8 persen dengan kualitas prima, mempertahankan 5 persen pun jangan-jangan gagal. Karena itu, bila hari ini ada yang bergembira karena dipanggil merapat ke Kertanegara, silakan saja, tapi sewajarnya saja. Setelah ini, daftar pekerjaan sudah menumpuk.

Bergembiralah, tapi jangan lama-lama. Segeralah kerutkan keningmu, tekuk lengan baju, masukkan kaki ke sepatu, lalu melaju.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)