Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Bushehr milik Iran. Foto: Press TV
Fajar Nugraha • 21 November 2024 19:24
Wina: Iran terus menentang tekanan internasional terkait program nuklirnya dengan meningkatkan stok uranium yang hampir mencapai tingkat senjata nuklir.
Laporan rahasia Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang dirilis pada 26 Oktober 2024 mengungkapkan bahwa stok uranium Iran dengan tingkat kemurnian 60 persen kini mencapai 182,3 kilogram, naik signifikan sejak laporan sebelumnya pada Agustus.
Uranium dengan kemurnian 60 persen ini hanya memerlukan sedikit langkah teknis untuk mencapai tingkat kemurnian 90 persen, yang dianggap cukup untuk produksi senjata nuklir. Laporan juga menunjukkan bahwa total cadangan uranium yang diperkaya Iran telah mencapai 6.604,4 kilogram, meningkat 852,6 kilogram dalam periode yang sama.
Ketegangan internasional semakin memuncak, terutama setelah insiden saling serang rudal antara Iran dan Israel yang berkaitan dengan konflik Gaza.
Di tengah situasi ini, muncul pertanyaan mengenai langkah yang akan diambil oleh Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump, yang dikenal dengan kebijakan "tekanan maksimum" terhadap Iran pada periode sebelumnya.
Pada pertemuan dengan Direktur Jenderal IAEA Rafael Mariano Grossi, Iran menawarkan untuk tidak lagi menambah stok uranium dengan tingkat kemurnian 60 persen.
Namun, laporan IAEA menyebutkan bahwa setelah Grossi meninggalkan Iran, langkah awal untuk menghentikan peningkatan stok tersebut baru mulai dilakukan, termasuk di fasilitas nuklir bawah tanah di Fordow dan Natanz.
Meski demikian, diplomat senior dari negara-negara Barat memperingatkan bahwa langkah Iran tersebut mungkin tidak berlanjut jika ada resolusi baru dari Dewan Gubernur IAEA yang mengecam kurangnya kerja sama Iran.
“Pemerintah Iran terus menimbun uranium yang diperkaya tinggi tanpa alasan sipil yang kredibel," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, Matthew Miller, dalam konferensi pers di Washington, dikutip dari Voice of America, Kamis 21 November 2024.
Iran, di sisi lain, tetap bersikeras bahwa program nuklirnya bertujuan damai. Namun, Direktur Jenderal IAEA sebelumnya memperingatkan bahwa Iran telah memiliki cukup uranium dengan tingkat kemurnian tinggi untuk membuat beberapa bom nuklir jika mereka memilih untuk melakukannya.
Dalam perkembangan lain, laporan menyebutkan Iran belum memperbaiki kerja sama dengan IAEA, termasuk pemasangan kembali peralatan pemantauan yang dicabut sejak 2022. Peralatan yang ada saat ini terbatas pada kamera di Isfahan yang hanya mencatat data sejak Mei 2023 dan belum pernah diakses oleh IAEA.
Perjanjian nuklir 2015 yang bertujuan untuk memastikan program nuklir Iran tetap damai sempat memberikan batasan ketat pada aktivitas pengayaan uranium. Namun, Iran secara bertahap mengabaikan batasan ini sejak Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan pada 2018.
Meski demikian, langkah-langkah diplomasi terus diupayakan, meskipun jalan menuju penyelesaian damai konflik ini tampak semakin terjal. (Muhammad Reyhansyah)