Indonesia Tak Halangi AUKUS, Tapi Jelaskan Dulu Maksudnya

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Roy Soemirat. Foto: Metrotvnews.com

Indonesia Tak Halangi AUKUS, Tapi Jelaskan Dulu Maksudnya

Fajar Nugraha • 16 December 2024 16:24

Jakarta: Kapal selam nuklir menjadi salah satu alat perang yang bisa mematikan dimiliki oleh sebuah negara. Tetapi bagaimana kejelasan mengenai kapal selam nuklir itu.

Indonesia menjadi salah satu negara yang bereaksi ketika Australia, Amerika Serikat dan Inggris (AUKUS) membentuk kerja sama mengembangkan teknologi kapal selam nuklir. Bagaimana seharusnya kapal selam nuklir ini diatur?

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Roy Soemirat menyebutkan memang terkait dengan kapal selam nuklir ini, Indonesia menganggap bahwa masih banyak loopholes atau celah, masih banyak grey area wilayah abu-abu yang harus ditegaskan kembali. Ini utamanya  di bawah existing international standard (standar internasional yang berlaku), international norm (norma internasional), international (konvensi internasional) conventions yang diakui secara menyeluruh.

“Jadi kita selalu menggaungkan isu kapal selam nuklir ini, bukan hanya di dalam isu pertemuan NPT Review Conference 2022 tapi secara berkala sampai saat inipun kita masih terus lanjutkan pembahasannya di bawah kerangka badan subsidiary, special agencies PBB untuk nuklir yaitu IAEA yang ada di Wina,” ujar Roy.

“Kita menganggap bahwa hal ini merupakan concern (perhatian) bersama bukan hanya perhatian Indonesia. Bagaimana kita memastikan negara-negara yang berkeinginan untuk mengembangkan tenaga nuklir untuk tujuan penggunaan kapal selam nuklir itu bisa tetap dilakukan di bawah kerangka yang diawasi oleh mekanisme internasional yang ditentukan oleh IAEA,” menurut Roy.

Hal itu terkait dengan penggunaan nuklir, terutama penggunaan nuklir untuk tujuan damai. Roy menambahkan, “karena tentu berbicara masalah kapal selam nuklir, tentu ini identik sekali dengan penggunaan sebuah alat, sebuah kendaraan yang terkait erat dengan kegiatan kegunaan militer”.

“Saya tidak pernah mendengar ada kapal selam nuklir digunakan untuk kegiatan non-militer mengangkut TKI gitu kan, enggak kan?” ungkap Roy.

Jadi ini sangat sensitif dan sangat penting untuk diatur sehingga sejelas-jelasnya tidak ada lagi grey area untuk masalah mana yang menjadi hak, mana yang boleh, mana yang tidak, karena bagaimanapun untuk Indonesia tiga pilar non-proliferation treaty (NPT) jelas non-proliferation nuklir disarmament yang sayangnya sampai sekarang tidak dijalankan oleh negara-negara pemilik nuklir. Terakhir adalah peaceful uses of nuklir energy (pemanfaatan nuklir untuk kepentingan damai). Jadi tiga pilar itu harus lalu ditekankan dalam kerangka yang seimbang.

Sementara penggunaan tenaga nuklir untuk kapal selam nuklir oleh negara bukan nuklir dibawah NPT merupakan hal tanda tanya besar yang harus diselesaikan secara terbuka dan komprehensif. Itu yang menyebabkan Indonesia akan terus menggunakan berbagai forum terutama forum multilateral terkait non-proliferation and disarmament.


AUKUS

AUKUS muncul pada September 2021. Aliansi ini membuka kesempatan bagi Australia untuk memiliki kapal selam nuklir.

Indonesia berpandangan, kesepakatan semacam ini hanya akan membuka peluang bagi negara non-nuklir untuk memiliki sebuah teknologi dengan tenaga nuklir. Ini relatif tidak dibenarkan di bawah traktat yang berlaku.

“Itulah yang kita ganggu, itulah yang kita pertanyakan. Ada beberapa di poin 5 atau poin 6, kita waktu itu juga angkat tentang kekhawatiran kita bahwa hal seperti ini hanya akan mengekskalasi, mempertinggi tensi yang ada di kawasan. Jadi kita juga berharap sebenarnya hal seperti ini bisa dilakukan secara lebih halus lah,” kata Roy.

“Kalau misalnya didahului dengan sebuah komunikasi outreach yang memadai, komunikasi dengan organisasi internasional yang berkompeten di bidangnya. Kalau hal seperti itu sebenarnya dilakukan sejak awal mungkin kita tidak akan memasalahkan seperti sekarang,” sebutnya. 

Tapi Roy menambahkan, “ketika sudah kejadian seperti ini ya mohon izin, kita akan tetap melakukan apa yang menurut kita benar”.

“Kita juga tidak terus-terusan ributi semua forum kok, kita hanya akan ributi forum-forum yang memang membahas isu ini. Makanya kita saat ini kita masih anggota Board of Governors dari IAEA di WINA, jadi kita mengangkat isu ini dengan beberapa negara lain. Dan lagi-lagi tujuan ini bukan untuk memblok, untuk menghentikan atau untuk me-reverse apa yang sudah diputus oleh negara-negara tersebut,” tegas Roy.

Bagi Roy, sikap Indonesia tak lebih untuk memberikan kejelasan secara internasional yang dapat berlaku umum. Jadi tidak hanya disalahgunakan, dimanfaatkan oleh negara-negara tertentu atau negara-negara yang mungkin memiliki kapasitas untuk secara teknologi tentunya untuk melakukan hal seperti itu. 

Kita ingin hal-hal tersebut kalau memang sudah diakui, sudah ada pengaturannya, sudah ada kepastian bahwa hal tersebut tidak akan disalahgunakan untuk kepentingan-kepentingan yang non-damai, maka sebenarnya tidak ada yang salah dari kerja sama tersebut.

“Tapi when it comes to in the absence of (tidak adanya) kejelasan, adanya norma, adanya standar, adanya metode verifikasi yang dapat diakui bersama, ya kita terus akan mendorong itu supaya ada dulu,” pungkas Roy.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)